Daya Beli Masyarakat Turun, Bikin UMKM Bingung
Daya beli masyarakat tahun 2024 mengalami penurunan. Hal ini berdampak langsung pada lesu dan anjloknya omset UMKM. Lantas, gimana solusinya?
Mantraidea.com – Penurunan daya beli masyarakat yang terjadi belakangan ini menjadi tantangan berat bagi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sebagai tulang punggung perekonomian nasional, UMKM yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar harus berjuang menghadapi kenyataan penurunan pendapatan.
Beberapa faktor menjadi penyebab utama dalam fenomena ini. Para pelaku usaha kini dipaksa untuk terus berinovasi agar tetap bertahan di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit. Lantas, apakah daya beli masyarakat menurun 2024?
Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Penurunan Daya Beli
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 sebenarnya menunjukkan hasil yang cukup positif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,05% (y-on-y) pada triwulan II-2024. Sayangnya, sejak bulan Mei 2024, tren daya beli masyarakat mulai menurun.
Salah satu indikator daya beli masyarakat adalah adanya inflasi yang berkelanjutan. Kenaikan harga bahan pokok, seperti beras, minyak goreng, dan bahan bakar, memicu lonjakan biaya hidup yang memaksa masyarakat untuk menekan pengeluaran.
Selain inflasi, penurunan daya beli juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah diskon dan potongan harga yang sebelumnya banyak ditawarkan oleh platform belanja online. Berdasarkan laporan CNN, beberapa tahun lalu, platform e-commerce rutin menawarkan diskon besar-besaran. Promo ini secara langsung meningkatkan volume transaksi dan memberikan kontribusi positif bagi sektor UMKM yang memanfaatkan platform digital.
Namun, tren diskon besar-besaran ini mulai memudar pada tahun 2024. Platform belanja online kini lebih selektif dalam memberikan potongan harga, disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk biaya logistik yang meningkat dan pengetatan regulasi e-commerce.
Dengan berkurangnya potongan harga, perilaku belanja masyarakat pun ikut berubah. Banyak konsumen kini lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang dan memilih untuk menabung atau mengurangi pengeluaran yang tidak esensial. Akibatnya, penjualan di sektor UMKM anjlok.
Menarik untuk dibaca: Growth Mindset jadi Modal UMKM ‘Langgeng’
Penurunan daya beli ini memukul keras penjualan para pelaku UMKM di berbagai sektor, termasuk fesyen. Salah satunya adalah Endah, pedagang pakaian di Pasar Among Tani, Kota Batu. Ia mengungkapkan omset penjualannya menurun drastis dalam beberapa bulan terakhir.
“Hampir setiap hari sepi pembeli. Biasanya, kalau dulu bisa laku minimal sepuluh potong baju, sekarang lima saja susah,” keluh Endah ketika ditemui di lapaknya yang tampak lenggang.
Padahal, bisnisnya sempat stabil meski di tengah pandemi. Namun, kondisi sekarang semakin sulit karena daya beli yang menurun.
Perubahan Perilaku Masyarakat
Dampak penurunan daya beli terlihat jelas pada perubahan pola belanja masyarakat. Banyak konsumen kini lebih selektif dan cenderung menahan pengeluaran. Menurut Alphonzus Wijaja, Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) pada laman CNN, penurunan daya beli masyarakat dapat dilihat dari perubahan pola belanja.
“Kelas menengah memang masih tetap berbelanja, tetapi mereka lebih memilih produk dengan harga yang terjangkau. Sementara produk yang mahal, mulai dikesampingkan karena jumlah uang yang menipis,” jelas Alphonzus pada laman CNN.
Pendapat ini juga diamini oleh Thalita, seorang warga yang merasakan dampak langsung dari inflasi. Ia mengungkapkan bahwa di tahun 2024, ia hanya membeli dua potong pakaian, padahal tahun sebelumnya bisa membeli lebih banyak.
Thalita mengatakan, “Jadi kayak males aja gitu beli barang, selagi yang ada bisa dipakai kenapa enggak? Apalagi, saat ini semua harga naik, jadi mending nabung aja”.
Untuk menghadapi tantangan ini, pelaku UMKM dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif. Mengandalkan produk-produk dengan harga kompetitif serta memanfaatkan platform digital sebagai kunci utama untuk bertahan. Serta, berinovasi melalui strategi pemasaran, seperti bundling produk, diskon, serta promosi melalui media sosial.
Selain itu, pemerintah diharapkan terus memberikan dukungan dalam bentuk program bantuan dan pelatihan digital bagi para pelaku UMKM. Tujuannya, agar mereka lebih siap menghadapi tantangan di era teknologi yang kian berkembang.
Penurunan daya beli memang menjadi pukulan berat bagi UMKM. Namun, dengan inovasi dan dukungan yang tepat, sektor ini masih memiliki potensi untuk bangkit dan terus menjadi pilar ekonomi nasional.
Kalau ParaMantra gimana? Dalam satu tahun ini masih aktif check-out? Bagi yang ngerasa sama dengan situasi malas beli baru, komen di kolom komentar ya!