Presiden dan Wakil Presiden Kompak Kenakan Baju Adat Ujung Serong saat Pelantikan
Baju adat Ujung Serong dipakai oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam acara pelantikan. Pasti, warisan budaya Indonesia makin terkenal nih!
Mantraidea.com – Ada yang menarik di pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka kompak mengenakan baju adat Betawi Ujung Serong.
Langkah ini memberikan nuansa baru, sebab pelantikan biasanya identik dengan pakaian formal berupa jas. Selain itu, ini jadi cara efektif untuk mempromosikan pakaian adat Indonesia di kancah global, mengingat pelantikan presiden selalu menjadi sorotan dunia.
Menariknya, Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, juga kerap memakai pakaian adat. Sebelumnya, Jokowi pernah memakai pakaian adat Betawi pada Sidang Tahunan MPR serta Sidang bersama DPR dan DPD tahun 2024.
Baju Bangsawan Ujung Serong adalah salah satu pakaian adat khas Betawi yang memiliki makna dan fungsi khusus. Pakaian ini umumnya dikenakan oleh kaum bangsawan atau kalangan atas sebagai simbol status sosial yang menunjukkan kemewahan dan wibawa.
Baju adat betawi Ujung Serong biasanya terbuat dari bahan sutra atau beludru, berwarna hitam, dan memiliki kancing di bagian depan. Kemudian, dipadukan dengan celana pantalon yang serasi dan kain songket yang dililitkan di bagian pinggang hingga paha yang menambah kesan mewah dan tradisional.
Tak hanya itu, Baju adat Betawi Ujung Serong ini dilengkapi dengan sepatu pantofel, peci, dan aksesoris khas berupa bros rantai benggol yang disematkan di bagian dada jas. Aksesoris ini memberikan sentuhan akhir yang memperkuat citra kemewahan dan kebangsawanan.
Tapi, pakaian adat Betawi tak hanya itu lho Paramantra, ada banyak lagi yang menarik. Simak ragamnya yuk!
Menarik untuk dibaca: Bagaimana Prospek Industri Kreatif di Indonesia?
Jenis Baju Adat Betawi Lainnya
1. Kebaya Encim
Kebaya Encim adalah pakaian adat Betawi yang sangat populer di kalangan wanita, dari usia muda hingga dewasa. Kebaya ini sering dikenakan dalam berbagai acara, seperti Pekan Raya Jakarta, upacara adat, hingga sebagai seragam resmi.
Awalnya, Kebaya Encim terbuat dari kain lace atau brokat Eropa yang dipadukan dengan bordiran lokal, menciptakan kesan elegan dan mewah. Seiring perkembangan zaman, model kebaya ini hadir dalam berbagai variasi, seperti leher berbentuk V dan lengan melebar. Materialnya pun kini tidak hanya menggunakan brokat, tetapi juga bahan seperti sutra dan katun.
Untuk memperkaya penampilan, wanita Betawi sering melengkapi Kebaya Encim dengan perhiasan seperti anting, gelang, dan kalung. Keserasian antara busana dan perhiasan menjadikan kebaya ini sebagai simbol kehormatan dan kecantikan dalam budaya Betawi.
2. Baju Sadaria
Baju Sadaria merupakan baju adat Betawi laki laki yang sering dipadukan dengan Kebaya Encim dalam acara-acara seperti Festival Abang None dan Pekan Raya Jakarta. Desain sederhana tapi klasik dari Baju Sadaria mengingatkan pada bentuk baju koko atau baju taqwa dengan kerah ‘Shanghai’.
Baju ini umumnya berwarna putih dan berlengan panjang yang terinspirasi dari busana pria Tiongkok. Terbuat dari kain katun, sutra atau linen alam, dengan kancing di depan dan saku di bagian bawah.
Busana ini bisa dipadukan dengan celana panjang berwarna gelap dan sepatu pantofel, atau celana panjang komprang bermotif batik dengan sandal terompah. Sebagai pelengkap, pria Betawi mengenakan kopiah hitam polos dan kain sarung (cukin) yang digantungkan di leher. Hal ini berfungsi sebagai sajadah atau bahkan senjata pelindung.
Baju Sadaria sering dipakai dalam berbagai kesempatan, mulai dari acara adat hingga menyambut tamu penting. Meskipun sederhana, busana ini mencerminkan identitas pria Betawi yang rendah hati, sopan, dan berwibawa.
3. Pangsi Betawi
Pakaian Pangsi Betawi identik dengan sosok jawara atau pendekar. Pakaian ini terdiri dari Baju Tikim dan Celana Pangsi, meskipun sekarang lebih dikenal sebagai Baju Pangsi. Desainnya longgar, dengan leher bulat dan lengan panjang, memberikan kenyamanan bagi pemakainya.
Baju Pangsi awalnya tidak menggunakan kancing, tetapi kini telah dimodifikasi dengan menghadirkan kancing di bagian depan. Celana Pangsi juga dibuat longgar dan disesuaikan dengan warna baju yang dikenakan. Dulunya, pakaian ini digunakan sehari-hari. Namun, kini lebih sering dipakai oleh jawara dan pendekar dalam acara-acara khusus atau seni pertunjukan.
Warna Baju Pangsi memiliki makna tersendiri, putih atau krem biasanya dipakai oleh pemuka agama dan hitam untuk para centeng. Sedangkan, merah untuk mereka yang memiliki kemampuan silat dan ilmu agama tinggi. Bahkan, peci dan Baju Pangsi berwarna merah dianggap sakral dan hanya dikenakan oleh orang-orang dengan status khusus, kecuali untuk keperluan seni.
4. Pakaian Pengantin Betawi
Dalam pernikahan adat Betawi, pakaian pengantin memiliki keistimewaan tersendiri yang masih dijaga hingga saat ini. Pengantin pria mengenakan ‘dandanan care haji’, sebuah kostum dengan jubah panjang dan penutup kepala merah khas. Sementara, pengantin wanita mengenakan ‘rias besar dandanan care none pengantin cine’, yang memadukan blus bergaya Cina dengan rok panjang berpotongan duyung.
Kedua busana ini tidak hanya menunjukkan kekayaan budaya Betawi tetapi juga mencerminkan identitas, adat, dan warisan leluhur yang wajib dilestarikan. Ini juga menunjukkan betapa pentingnya adat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Betawi.
Melalui pelantikan yang mengenakan busana adat, diharapkan dapat semakin mengenalkan dan mempromosikan kekayaan budaya Tanah Air di kancah global. Oleh karenanya, penting untuk melestarikan warisan budaya agar tetap berkembang di masa depan.
ParaMantra setuju nggak, kalau mengenakan pakaian adat itu bukan hanya bisa dilakukan saat datang di acara tradisional saja? Menurutmu gimana? Komen yuk!
Referensi: Pakaian Adat Betawi: Jenis, Fungsi, Keunikan, dan Penjelasan