Klodjen Djaja: Nostalgia Konsep Vintage dengan Secangkir Kopi

Klodjen Djaja
Plang jadul yang menghiasi tempat Klodjen Djaja 1956 menjadi ikon tersendiri bagi kafe ini. Sumber: Dokumentasi @klodjendjaja

Mantraidea.com- Kemunculan tren kafe yang silih berganti, berakibat pada banyaknya pelaku bisnis untuk terus berinovasi dalam mengembangkan kafenya. Seakan-akan tak pernah kehabisan konsep untuk menghadirkan tempat ngopi menarik. Salah satu konsep kafe unik di Kota Malang ditawarkan oleh Klodjen Djaja 1956. 

Berada pada sudut perempatan Klojen, kafe ini pun sukses menarik perhatian siapapun yang melihatnya. Tepatnya, di Jalan Cokroaminoto, Klojen, Kota Malang. Inovasi itu direalisasikan oleh Ahmad Iswayudi. Pria yang kerap disapa Dhidhie itu, mendirikan kafe dengan mengusung konsep vintage. Mungkin terkesan ‘nyeleneh’ atau bahkan tua, tapi ternyata memberi kesan yang istimewa bagi pelanggannya.

Tempat Favorit untuk Nostalgia

Klodjen Djaja 1956 mengusung konsep kafe ‘djaman doeloe’ (djadoel) atau yang sekarang disebut sebagai konsep vintage. Kafe tersebut memberikan kesan ‘lawas’ melalui tempat, dekorasi, hingga menu yang disajikan. 

Dhidhie mendirikan Klodjen Djaja 1956 sejak 2021 dengan memilih bangunan lama khas Belanda bak tahun 1953. Tak disangka, kafe ini malah menjadi tempat favorit para pecinta kopi sekaligus penggemar konsep vintage. 

“Bangunannya itu ikonik, seperti bangunan Belanda yang beroperasi di tahun 1956,” jelas Refiansyah Hakim, persona dibalik pengoperasionalan kafe ini. Berdiri tepat di daerah cagar budaya Kota Malang menyebabkan bangunan ini tidak boleh dipugar. “Cuma boleh di rawat saja, di cat ulang,” sambungnya.  

Konsep yang diusung Klodjen Djaja memang cenderung berbeda dengan kedai kopi lainnya. Selain itu, juga menawarkan pengalaman ngopi yang unik dengan atmosfer yang khas. Sehingga, tempat ini cocok dijadikan sebagai pelarian dari hiruk pikuk kehidupan modern dan biarkan kenangan masa lalu datang menghampiri. 

Konsep Timeless dan Tren Vintage

Menjamurnya kafe yang berada di Malang, tak membuat Klodjen Djaja 1956 kehilangan pelanggan. Kafe ini mampu membedakan dirinya dengan mengusung konsep timeless dan sentuhan tren vintage yang sedang marak. Memberikan ruang bagi pelanggan agar dapat menikmati kopinya dengan keindahan dan kejayaan di masa lalu.

Klodjen Djaja
Ambience di Klodjen Djaja 1956. Sumber: Dokumentasi @klodjendjaja

Sentuhan vintage yang diberikan Klodjen Djaya 1956 terbilang cukup ‘medok’. Nuansa retro di setiap sudut ruangan, memiliki daya tarik tersendiri bagi pelanggan. Mulai dari perabotan bersejarah hingga hiasan dinding yang mengingatkan pada masa lampau. 

Poster film besar layaknya bioskop-bioskop tempo dulu terpasang di depan bangunan. Dimaksudkan sebagai sebuah gimmick yang awalnya hanya sekedar trik untuk menarik perhatian. Namun, tak disangka ternyata poster tersebut justru menjadi salah satu spot ikonik yang disukai para pelanggan.

Mungkin, penempatan poster tersebut yang menjadi nilai utamanya. Membuat kafe ini semakin terlihat eye catching. Apalagi didukung dengan letak kafe yang berada di ujung perempatan jalan. 

Tonjolkan Keotentikan

Di tengah persaingan dengan coffee shop sekitarnya, Klodjen Djaja 1956 telah menetapkan dirinya sebagai kafe yang berfokus pada kualitas kopi dan interaksi yang otentik dengan pelanggan. Memanggil nama pelanggan ketika pesanan sudah siap, merupakan sistem pemesanan yang digunakan kafe ini. “Kalau disini, manggil pelanggannya pakai toa jadul, yang suaranya cempreng itu,” ungkap Refi menjelaskan keunikan kafe ini. 

Selain itu, kafe ini selalu mengedepankan interaksi dengan pelanggan. Utama keramh-tamahan, hal itulah yang ditekankan Refi kepada karyawannya. “Biar pelanggan nyaman, dan merasa seperti teman sendiri,” jelas Refi. Ia menyampaikan bahwa itu merupakan salah satu SOP yang dipatenkannya.

Klodjen Djaja
Suasana hangat barista dengan pelanggan. Sumber: Dokumentasi @klodjendjaja

Tentu bukan tanpa alasan, bagi Refi menciptakan suasana kafe yang hangat bak keluarga adalah hal penting. Pastinya berkaitan juga dengan intensi awal kafe ini, yakni konsep vintage beratmosfer masa lampau. Saat itu, kedekatan antar individu tidak usah diragukan lagi.

“Memang sengaja hanya jual minuman dan boleh bawa makanan dari luar,” jelas Refi. Hal itu dimaksudkan untuk memberdayakan pasar yang berada di sekitar lokasi kafe. Menu best seller di Klodjen Djaja 1956 ialah SKJ atau Es Kopi Susu Klodjen Djaja. Menu ini menggunakan gabungan dari biji kopi Arjuna Jawa dan Buleleng Bali. 

Beri Impact pada Sekitar

Berada di daerah yang strategis, tak heran jika Klodjen Djaja 1956 memiliki banyak kompetitor di sekitarnya. Namun, hal tersebut tak melulu menjadi tantangan bagi kafe ini. Bagi Refi, hal tersebut justru dianggap sebagai pemberian impact kepada sekitarnya. “Misalnya disini lagi penuh. Pelanggan akan otomatis pindah ke kafe lain yang tak jauh dari tempat ini,” jelasnya. 

Meskipun begitu, strategi pemasaran tetap harus dilakukan agar pelanggan tertarik untuk membeli menu yang ditawarkan. Klodjen Djaja 1956 menggunakan sistem pemasaran yang disebutnya Nol Rupiah. Prosesnya melibatkan pelanggan sebagai pelaku pemasaran. 

“Pelanggan suka sama spot kafe ini, terus diunggah ke akun media sosialnya. Secara nggak langsung, pelanggan sudah ikut memasarkan kafe ini,” tutup Refi. 

Tak sulit untuk melakukan pemasaran itu, karena konsep kafe yang diusung menarik apalagi dengan suasana kembali ke masa lampau. Gampangnya, jarang ditemui pada tempat kopi lain. Kedepannya, Refi mengharapkan bahwa Klodjen Djaja 1956 dapat membuka cabang baru di tempat lain. Tentunya, dengan ciri khas yang melekat pada citra kafe ini, yaitu ‘djadoel’. 

Ngopi sambil bernostalgia tentu memberikan suasana baru di hati penggemar kopi. Melalui pengonsepan ruang kafe, ternyata memang memiliki dampak positif untuk menarik pelanggan. Menilik dari Klodjen Djaja 1956 siapapun punya kesempatan untuk merasakan kembali kenangan yang sempat berlalu dan menikmati suasana yang tak biasa. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *