Bisnis Kokedama: Angkat Peluang jadi Uang

Bisnis kokedama, media tanam asal Jepang yang dikembangkan di Creative Kokedama, Kota Batu. Sumber: Dokumentasi Creative Kokedama

Mantraidea.com – Kota Batu tidak hanya unggul di wisatanya saja, tetapi juga menjadi sentra penghasil tanaman hias di Jawa Timur. Ini merupakan kesempatan emas bagi masyarakatnya, untuk memanfaatkan peluang tanaman hias yang tengah menjadi primadona. Didukung dengan seni menanam asal Jepang, yaitu kokedama yang telah merambah tanah air sejak lama. Tentu, hal ini semakin memperkuat potensi bisnis pertanian di Kota Batu. 

Meskipun cara membuatnya sedikit rumit, namun hasilnya terlihat sangat indah dan jauh lebih menarik. Siapa sangka, dengan menerapkan teknik menanam kokedama, juga bisa meningkatkan nilai jual tanaman hias. Peluang bisnisnya pun terbilang sangat tinggi. Apalagi tahun 2023 ini belum banyak kompetitor yang benar-benar menekuni bisnis ini. Lalu, untuk apa masih ragu menjalankan bisnis kokedama? 

Bisnis Kokedama

Setelah melihat suburnya tanaman hias dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu, peluang itu pun ditangkap oleh Dwi Lily Indayani. Alumnus S2 Universitas Della Calabria, Italia, sukses mendirikan rumah produksi Creative Kokedama. Bisnisnya ini beralamatkan di Jalan Pattimura No.82, Kelurahan Temas, Kota Batu. 

Dwi Lily Indayani, petani milenial yang berhasil kembangkan kokedama di Kota Batu. Sumber: Dokumentasi Creative Kokedama

Mengawali ide dari banyaknya wisatawan yang masuk ke Kota Batu. Selain itu, juga dari tanaman hias yang makin digandrungi oleh banyak orang. “Bagaimana cara mengemas tanaman hias agar menjadi oleh-oleh?” tanyanya sebelum mendirikan Creative Kokedama. 

Berkat terobosan baru dan keputusan untuk menggunakan kokedama sejak 2017, kini usahanya berkembang lebih pesat. “Notabene, penjualan tanaman hias cukup murah. Nah, gimana caranya agar bisa menaikkan harga itu,” papar Lily. 

Sejatinya, kokedama adalah media tanam dari lumut. Namun Lily, petani milenial ini telah mengembangkan inovasinya. Dalam usahanya ia hanya menggunakan 35% lumut, 60 sabut kelapa, dan sisanya dari akar pakis. Bahan itu kemudian dibentuk bulatan dan dihias dengan berbagai macam tali, mulai dari benang rajut, macrame, tali sintetis, maupun tali goni. 

Lambat laun, kokedama mulai dikenal oleh banyak masyarakat. Akibatnya, banyak kompetitor bisnis kokedama bermunculan. Meskipun begitu, Lily tetap percaya bahwa inovasi kokedamanya tetap terbaik. Tak panik untuk mengatasi hal tersebut, karena Creative Kokedama telah mendapat HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau telah dipatenkan. Sehingga, kompetitor lain tidak bisa asal ‘comot’ ide yang telah ia jual. 

Pentingnya Kolaborasi

Owner Creative Kokedama percaya bahwa bisnis tanaman hias bisa dibilang cukup menjanjikan, karena tak pernah sepi peminat. Ragam tanaman hias juga semakin beragam, mulai dari jenis, warna, bentuk, dan media tanamnya. Oleh karena itu, permintaan pasar pun juga semakin meningkat. 

Menurutnya, belakangan ini peminat kokedama naik secara signifikan. Lebih higienis, estetik, unik, cocok untuk menjadi souvenir, bahkan home decor sekalipun. “Banyak orang suka menaruh tanaman hias di sekitar meja makan, tapi kalau tanahnya kelihatankan malah mengurangi suasana nyaman, ya? Nah, kokedama itu solusinya,” jelasnya sambil tersenyum. 

Kokedama, dirasa lebih sesuai dan estetik jika digunakan sebagai penunjang interior rumah. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Alih-alih menjadikan ladang bisnis untuknya semata, Lily juga menggandeng beberapa petani di Kota Batu, terutama dari Sidomulyo untuk berkolaborasi. Meningkatkan mutu dan  kualitas guna mendongkrak laju perekonomian masyarakat.  

Lebih jauh, ia juga merintis usaha pertanian digital untuk memasarkan tanaman hias, bunga, sayur dan buah dari petani Kota Batu. Usaha itu berada dalam satu bisnis yang bernama Griya Flora. Tak tanggung-tanggung bisnis digital ini pun telah bekerjasama dengan Gerakan Kreatif Nasional (Gekrafs) Kota Batu. Oleh karena itu, hasil panen dari petani dapat terserap dan hasil keuntungannya pun dapat terbagi dengan rata. 

Marketing Hingga Luar negeri

Kokedama masih menjadi maskot pada bisnis yang Lily kembangkan. Dalam usaha memasarkannya, ia memanfaatkan media sosial dan e-commerce seperti Bukalapak, Shopee, dan Tokopedia. Selain itu, ia juga tetap membentangkan usaha bisnisnya pada toko offline di Malang, Surabaya, hingga Jakarta. Tapi, Kota Batu tetap menjadi rumah atau pusat usahanya.

Tak hanya berputar di Indonesia saja, nama Creative Kokedama telah melambung hingga ke luar negeri. Pendistribusian sampai pada Malaysia, Amerika, News Zealand, Australia, bahkan Korea. “Dalam waktu dekat kita juga akan melakukan pitching ke Jepang,” ucapnya. Teknik Jepang dengan sumber daya Indonesia, dan nantinya akan dikembalikan ke Jepang lagi. Itulah rencana kedepan dari bisnis Creative Kokedama milik Lily. 

Siapa yang tak ‘melongo’ mendengar kiprahnya sebagai petani milenial dengan prestasi bisnisnya yang telah melejit. Untuk urusan harga, ia selalu menyesuaikan dengan bahan, tingkat kerumitan, jenis dan ukuran tanaman. Dibandrol dengan harga mulai dari Rp. 25.000 hingga Rp. 150.000. Bahkan menariknya, dari awal 2017 hanya ada kenaikan harga sekitar 10% saja. 

Walaupun terkesan ekslusif, lagi-lagi kualitas dan kuantitas kokedama selalu diunggulkan. Menariknya, harga yang ditawarkan dari seluruh tempat yang ia gunakan untuk memasarkannya adalah sama. Tidak ada yang lebih mahal ataupun lebih murah. Bahkan untuk harga luar negeri sekalipun. 

Menekuni segala bisnis terletak pada satu kunci, yaitu fokus. Fokus dalam mengembangkannya, sehingga bisnis itu tak akan mudah mati. Selain itu, HAKI juga berperan penting terhadap kelangsungan bisnis, agar ide tidak mudah di-copy sembarangan oleh kompetitor lain. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *