Sanggar Karsa Budaya Suguhkan Karya

Penampilan seni original dari Karsa Budaya, yaitu Barong Sembur Geni. Sumber: Dokumentasi Karsa Budaya

Mantraidea.com – Perkembangan dan eksistensi kebudayaan kini semakin gencar dilakukan dari beberapa pihak. Seperti di Kota Batu, yang mulai melirik budaya untuk dijadikan ikon kota. Mempertimbangkan dari segi perkembangan teknologi serta peranan masyarakatnya yang kian banyak dalam bidang seni dan budaya. Keberadaan sanggar turut serta dalam mendorong upaya pemerintah dan melestarikan keberagaman budaya. Adanya sanggar juga dapat mengapresiasi pelaku seni yang sekarang semakin kreatif. Sama halnya, Sanggar Karsa Budaya yang berlokasikan di Jalan Makam, Beji Brugan, Kota Batu. 

Prestasi Sanggar

Agus Mardianto, salah satu penggerak seni di Kota Batu. Menurut ceritanya, Sanggar Karsa Budaya dibentuk atas dasar keresahan dari dampak globalisasi. Hal itu mencangkup bergesernya nilai – nilai seni budaya di dalam diri khususnya generasi muda.

Sempat menjadi guru kesenian di SDN Sisir 02 Batu, hingga akhirnya menjadi pendiri Sanggar Karsa Budaya tepat pada 28 agustus 2008. Dalam mendirikan sanggarnya, Agus dibantu oleh ketiga rekan kerjanya, yaitu Puji, Joko, dan Wiwik. Bermodalkan nekat, ia pun memulai sanggarnya tanpa memiliki biaya yang cukup. 

Nama Karsa Budaya tak serta-merta ia pakai. Karsa Budaya memberi arti harapan akan sesuatu yang dilakukan berulang-ulang dan dilestarikan turun-temurun. ‘Menggapai Mimpi, Meraih Prestasi’ slogan itulah yang ia jadikan acuan agar sanggar yang didirikannya selalu memberikan hal-hal positif. 

Hebatnya, slogan itu tak hanya dijadikan slogan saja. Tapi, ia buktikan bersama anggota sanggarnya dengan beberapa prestasi yang diraihnya. Alih-alih hanya tampil di event-event kota, bahkan Karsa Budaya pernah diundang hingga ke luar negeri dan mendapatkan penghargaan dari UNESCO sebagai best performance. Lantas, apa yang membuat sanggar ini mampu melejit hingga ke luar negeri?

Kreasi Karsa Budaya

Dalam mendirikan sebuah sanggar, tentu tanggung jawab yang dianutnya sangatlah tinggi. Alasannya, karena sanggar merupakan wadah berkreasi dan berinovasi dalam bidang seni. Memadukan gerakan, lagu, potensi, bahkan kegemulaian dalam satu alunan, sehingga dapat menciptakan seni baru.

Agus menuturkan, sejak dibentuknya Sanggar Karsa Budaya sampai saat ini telah berhasil menaungi 50 jenis kesenian yang ada di Kota Batu. Seperti halnya sanggar lain, yang tak hanya mengunggulkan cover seni saja. Karsa Budaya mampu menciptakan seni original yang lahir dari buah kekreatifitasan Agus dengan anggotanya. 

Gembang Dele, yang kini menjadi maskotnya salah satu desa di Kota Batu, yakni Desa Beji. Tarian itu sengaja diciptakan karena terinspirasi dari mata pencaharian penduduknya yang dominan sebagai pembuat tempe. “Gembang dele itu sebenarnya merupakan proses pembuatan tempe,” tuturnya. 

Gembang Dele yang digagas oleh Sanggar Karsa Budaya menjadi ikon tarian di Desa Beji. Sumber: Dokumentasi Karsa Budaya

Tak rugi rasanya ketika mengkreasikan dan berusaha untuk berinovasi dari lingkungan sekitar. Karena, dukungan dari berbagai pihak pun mengalir deras. Selain itu, seni original lainnya yang diprakarsai oleh Sanggar Karsa Budaya adalah Barong Sembur Geni Turonggo Madyo, tari Jarkenjong dan masih banyak lagi. Tarian itu kerap menghiasi event yang dihadiri oleh Karsa Budaya. 

Gabungnya Simpel

Siapa bilang bergabung dengan Sanggar Karsa Budaya harus mengeluarkan uang? Hal itu ditampik oleh Agus sebagai pendiri dan pengajar Karsa Budaya. “Tidak ada biaya yang harus dibayar, asal bermodalkan dengan niat yang serius terjun ke dunia seni,” jelasnya. 

Ia pun mengatakan bahwa akan ada sanksi tersendiri bagi anggota yang seenaknya sendiri atau tidak niat. “Akan ada biaya atau bahkan dikeluarkan,” imbuhnya. Menariknya, saat ini lebih dari 200 anggota aktif yang tergabung dalam sanggarnya. Mereka diberi tugas khusus, yang mana senior atau anggota lama harus melatih juniornya walaupun pemula sekalipun. 

Lagi-lagi bukan omong semata, tapi dibuktikan oleh Nadya Fitri, anggota aktif Karsa Budaya. Sedari kecil, bakat menarinya memang sudah terasah. Dan ia pun memilih Karsa Budaya sebagai wadah belajar tarinya. Selain itu juga, ia mendapat dorongan dan figur seorang kakak untuk bergabung dan menjadi anggota tetap pada sanggar ini. 

“Tidak hanya berfokus pada latihan kesenian, namun di saggar ini juga mengedepankan pendidikan moral yang dapat diterapkan sehari-hari,’ jelas Nadya, anggota aktif Karsa Budaya. 

Herannya, Nadya pun tak menyangka bahwa ia diikutsertakan sebagai perwakilan Kota Batu dalam pentas tahunan di Pulau Dewata. Sungguh proses belajarnya terbayar dengan kebahagiaan yang luar biasa. 

 
Nadya Fitri, salah satu anggota aktif yang turut dalam pementasan tahunan di Pulau Dewata. MANTRAIDEA/Ratna Diana.

Peran Pemerintah Adanya Sanggar

Menilik dari keberadaan Sanggar Karsa Budaya yang telah diakui oleh UNESCO.  Support dan perlakuan dari Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu bisa dibilang baik. Karena, telah memberikan fasilitas sebagai tempat latihan. Dulunya tempat tersebut bertempat di gedung kesenian di Oro – oro ombo, Kota Batu. Tapi, kini telah berpindah menjadi Sendratari Arjuna Wiwaha, Kelurahan Temas, Kota Batu.

Perkembangan teknologi memang tak bisa dipungkiri akan semakin pesat. Selaras dengan hal itu, maka budaya juga harus dapat mengimbangi dan memanfaatkannya. “Salah satu langkah yang bisa dilakukan generasi muda untuk membantu melestarikan budaya adalah dengan cara memposting di sosial media tentang kesenian,’ tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *