Fenomena dan Intuisi Hasilkan Lukisan Simbolik

Fenomena dan intuisi
Nurali, perupa kelahiran Tuban yang memiliki cara berbeda dalam menciptakan karyanya. MANTRAIDEA/Ratna Diana

Mantraidea.com – Berbincang mengenai lukisan, sebuah ekspresi diri dari perupanya. Datang dari fenomena yang terjadi atau lahir dari hati yang berbicara melalui bahasa seni. Memiliki arti tersirat yang dituangkan dalam bentuk visual. Menjerat pandangan siapa saja agar memaknainya lebih dalam lagi. Lalu, bagaimana jadinya jika fenomena dan intuisi berbicara soal seni?

Ekspresi Diri Perupa

Perkara ekspresi diri, setiap orang pasti memiliki cara dan bahasanya masing-masing. Mengarah pada kebebasan, tapi tidak menongkah aturan. Begitu juga dengan karya seni yang acap kali dijadikan bahasa dalam berekspresi. Menyuarakan hati atau gagasan terhadap fenomena yang terjadi.

Seperti yang dilakukan perupa kelahiran Tuban,  Nurali namanya. Hasil tangannya cenderung abstrak. Tidak bisa dimaknai hanya dari kilasan pandangan. Menariknya, Nurali memiliki cara yang berbeda untuk menghasilkan sebuah karya. 

“Inspirasi membuat karya bisa dari fenomena disekitar atau dari hati nurani karena pengalaman. Saya menggabungkan keduanya,” jelas pria paruh baya yang telah terjun di dunia seni sejak 1995 silam. Menurut ceritanya, hal ini ia lakoni untuk menciptakan persuasi terhadap orang lain.

Bahasanya dalam seni ia tujukan sebagai kampanye atas isu yang terjadi di masyarakat serta ungkapan batin yang tak bisa mencuat melalui kata. Upayanya untuk mempengaruhi orang lain agar peduli sekitar dituangkannya pada lukisan dengan visual abstrak dan simbolik. Menjadi daya tarik tersendiri untuknya.

Menariknya lagi, dalam pembuatan karya ia berpatok pada periode yang ia buat. “Tujuannya supaya saya lebih disiplin dalam berkarya,” ungkap Nurali ketika ditanya alasannya. Langkah pertama yang ia ambil untuk menciptakan karya masih sama seperti perupa lainnya, menentukan tema.

Setelahnya, ia melakukan survei. Jika dirasa cukup, membuat garis cerita menjadi langkah selanjutnya yang dipilih. Dalam satu periode, Nurali dapat membuat beberapa lukisan yang telah ia atur sedemikian rupa agar ceritanya tidak putus ditengah jalan. Seperti lukisan yang ia pamerkan di Galeri Raos bertajuk ‘Empati’. Digelar selama tujuh hari yang berlokasi di Jalan Panglima Sudirman No. 47, Ngaglik, Kec. Batu, Kota Batu, Jawa Timur.

Karya dan Garis Ceritanya

‘Golden Heart’, sebuah cerita yang Nurali sampaikan melalui bahasa visual. Didasarkan dari penglihatan terhadap isu lingkungan yang tersua di sekitarnya. Lima lukisan ia pamerkan di Galeri Raos dengan garis cerita yang apik.

Lukisan yang ia buat mengandalkan titik dan warna sebagai unsur utamanya. Menghasilkan semburat karya simbolik dengan pohon yang merepresentasikan lingkungan. Namun, pohon ditangan Nurali bukan wujud yang biasa dibiaskan mata. Sentuhan warna dari cat akrilik yang didistribusikan dengan teknik pointilis menghasilkan lukisan yang timbul.

Tekstur Lukisan
Tekstur lukisan dari hasil karya Nurali dengan teknik pointilis. MANTRAIDEA/Ratna Diana

Simbol pohon yang diterpakan pada kanvasnya ditujukan untuk membangkitkan kesadaran akan kerusakan lingkungan. Menurut pengamatan Nurali, alam disekitarnya kini telah menua akibat perkembangan teknologi yang tidak seimbang. “Teknologi dan ekosistemnya tidak berkembang secara bersamaan,” ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa perkembangan teknologi yang begitu pesat berakibat pada keselamatan jagat raya. Nurali berbicara soal limbah yang dihasilkan. Pengelolahan yang belum memadai dan pembuangannya yang ugal-ugalan mengakibatkan rusaknya ekosistem sungai, menyebabkan polusi udara, dan polusi air.

rangkaian lukisan
Rangkaian lukisan Nurali yang disusun dengan garis cerita berjudul 'Golden Heart'. MANTRAIDEA/Ratna Diana

Dari ‘Golden Heart’, Nurali ingin mengajak orang-orang untuk menjaga apa yang telah tersedia disekitar. Membenahi keseimbangan ekosistem yang telah lama hilang. Mungkin, diluar sana tidak hanya dirinya yang merindukan hal itu.

Keinginan Nurali lainnya yang ia sampaikan dalam ‘Golden Heart’ adalah sebuah kedamaian ketika ekosistem berjalan seperti seharusnya. Ketenangan saat menghirup udara segar tanpa tercampur aroma tak sedap dari limbah.

Apresiasi dan Seniman Masa Depan

Sebuah apresiasi tentu menjadi kado tak ternilai bagi seorang perupa. Seberapa sering pun ia terlibat dalam sebuah pameran, apresiasi dari orang lain tetap tak tergantikan. 

Lukisan abstrak Nurali bukan hanya sekedar goresan, tapi memiliki tujuan. Meskipun memiliki garis ceritanya sendiri, ia tidak ingin membuat imajinasi penikmat karyanya menjadi terbatas. Nurali ingin karyanya dimaknai sesuai dengan imajinasi penikmatnya. Mendengar apa yang mereka tangkap ketika melihat lukisannya.

Seperti yang dilakukan Robi, mahasiswi yang tertarik untuk menghabiskan waktunya demi memaknai karya. Mengatakan bahwa lukisan Nurali terbilang unik. “Cara merepresentasikan lingkungan biasanya gunung, sungai, dan sebagainya. Tapi, ini pohon dan dibuat dengan titik,” Robi menjelaskan pendapatnya ketika melihat karya itu.

Dilain sisi, Dayat yang juga penikmat lukisan juga menyuarakan imajinasinya. “Aku lihat dari lukisan satu ke lukisan lainnya punya kesinambungan,” mahasiswa asal Lawang, Kabupaten Malang itu memulai ceritanya. “Setiap lukisan terdapat pohon yang digambarkan dengan berbagai kondisi,” imbuhnya.

potret robi dan dayat
Potret Robi dan Dayat saat berusaha memaknai kisah Golden Heart dalam karya Nurali. MANTRAIDEA/Ratna Diana

Ada satu hal yang menurut Nurali sangat penting. “Saya selalu berusaha memasukkan aura positif, agar hasilnya positif juga,” ungkapnya. Positif yang ia maksudkan adalah bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Bukan hanya soal profesi, tapi semua hal yang dilakukannya

Yang lebih penting lagi, membedakan antara profesi dan kehidupan sehari-hari sebagai manusia. Itu bentuk keprofesionalnya yang menjadi tuntutan hingga saat ini.

Kedepannya, yang Nurali harapkan seniman tidak hanya menghasilkan karya. Karya itu sampah, sampah yang dimaksudkan ialah ‘sambatan’ dari seniman itu sendiri. Untuk itu, ia tidak ingin seniman hanya berhenti sampai sini. Tetapi ada aksi yang dilakukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *