Guslan Gumilang Hasilkan Cerita melalui Potret Foto

guslan gumilan
Karya foto berjudul ‘Korban Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan’ yang dipotret oleh Guslan. JAWAPOS/Guslan Gumilang

Mantraidea.com Melihat dunia jurnalistik, foto sering kali menjadi data visual yang kuat untuk menyampaikan pesan yang mendalam. Karya foto hasil jepretan Guslan Gumilang salah satunya, contoh sempurna dari jurnalistik foto. Aksinya berhasil menangkap momen indah yang tak terlupakan. Sebuah emosi jiwa yang bersirat makna tertuang di dalamnya.

Guslan, fotografer senior yang telah bergabung di JawaPos sejak tahun 2005 silam. Ia berhasil mendapatkan pengakuan melalui karyanya yang berjudul ‘Korban Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan’. Foto jurnalistik ini berhasil menyoroti kekuatan potret dalam menyampaikan cerita yang menggugah perasaan. 

Dari Penderitaan untuk Pemberitaan

Guslan mengaku memiliki perasaan yang campur aduk mengenai karyanya yang memenangkan nominasi Photo of The Year dalam Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2023 (APFI 2023). Alasannya, foto tersebut ia potret bukan untuk sebuah euforia, melainkan derita. “Kesannya seperti saya mendapatkan penghargaan diatas penderitaan orang lain. Satu sisi, hal itu adalah penderitaan, di sisi lainnya itu prestasi,” ungkapnya. 

Karya Guslan yang dipamerkan di Pameran PFI memberikan kekuatan visual dan pesan yang mendalam. MANTRAIDEA/Masitha Aulia.

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa foto yang berasal dari kejadian terbesar di Indonesia tersebut merupakan sebuah produk jurnalistik. Tujuannya untuk menyampaikan sebuah pesan dan merupakan pemberitaan, terutama pada saat tragedi dan pascanya. Mengenai hal ini Guslan mangatakan, “Juri memberi penghargaan itu ke saya, agar foto ini menjadi pengingat atas Tragedi Kanjuruhan di ajang APFI 2023.”

APFI sendiri diadakan secara rutin tiap tahunnya. Disamping itu, foto jurnalistik karya Guslan ini telah diabadikan sebagai headline di JawaPos pada tanggal 12 Oktober 2022 lalu.

Kilas Balik Sepasang Mata Merah

Dalam pengambilan fotonya, Guslan berhasil mengabadikan esensi dari tragedi Kanjuruhan dan dampaknya yang secara signifikan merubah keadaan. Foto itu menjadi pemenang Photo of The Year APFI 2023 dalam pameran Pewarta Foto Indonesia (PFI) yang diadakan di Malang Creative Center (MCC). Dengan caption foto yang ia tulis sendiri. 

Karya Guslan yang dipamerkan di Pameran PFI memberikan kekuatan visual dan pesan yang mendalam. MANTRAIDEA/Masitha Aulia.

Sekilas, potret tersebut hanyalah foto landscape yang memperlihatkan seorang perempuan dengan sepasang mata merah yang sedang menunjukkan foto di telepon genggamnya. Namun, foto tersebut ternyata menyimpan banyak pesan didalamnya. Perempuan tersebut adalah korban tragedi Kanjuruhan yang mengalami pecah pembuluh darah mata akibat gas air mata yang meletup di dekatnya. Guslan menggambarkan dengan kuat antara duka, penderitaan, dan amarah yang bercampur menjadi satu. Sebagai respon terhadap keputusan-keputusan yang memberatkan korban hingga saat ini. 

Menilik lebih dalam, sepasang mata merah tersebut memang dimaksudkan sebagai objek yang paling kuat. Tangannya yang menunjukkan foto di telepon genggam, menyiratkan bahwa sebelum tragedi, ia merupakan seorang suporter yang sehat. Guslan mengatakan bahwa foto jurnalistik tersebut dalam dunia fotografi dikenal sebagai diptych. Teknik yang menggabungkan dua unsur foto dengan benang merah yang sama dan disajikan dalam satu frame

Ia pun menekankan pentingnya skala dominansi dalam foto untuk menentukan ukuran dan keberartian objek. Serta, menonjolnya sebuah warna sebagai Point of Interest. Dalam konteks foto ini, sepasang mata merah menjadi titik fokus yang penting bagi Guslan. “Seolah-olah pemirsa juga merasakan apa yang dirasakan korban,” pungkasnya. 

Munculkan Kesan Dramatis

Secara teknis, Guslan memotret foto tersebut didalam rumah korban. Kondisi ruangan digelapkan dan hanya ada satu sorot lampu dari sebelah kanan atas. Hal tersebut, ia lakukan guna memunculkan efek dramatis. “Background hitam dibelakang merupakan pintu rumahnya. Jadi, secara interpretasi itu adalah bagian dari sebuah pembukaan,” jelas Guslan. Ia juga sengaja tidak mengaktifkan flash pada kameranya. Dengan maksud untuk memberikan spotlight khusus pada wajah korban.

Foto jurnalistik ini menawarkan perspektif yang menyentuh hati dan mengundang siapapun yang melihat untuk merenungkan kejadian mengenaskan tersebut. Lewat karya visual jurnalistiknya, Guslan berharap agar pesan tersirat yang diciptakannya dapat tersampaikan dengan gamblang. Tak ada lagi kejadian serupa dalam dunia persepakbolaan Indonesia. 

Selain itu, Guslan juga berpesan bahwa menjadi seorang fotografer harus memiliki passion. Terutama dalam bidang foto jurnalistik. Meskipun, di era sekarang jurnalistik menjadi bidang yang paling sedikit peminatnya. “Sulitnya itu, karena kita harus benar-benar paham apa yang harus kita lakukan di lapangan, dan bagaimana cara mencari momen,” tutupnya.

Foto jurnalistik  bukan sekadar sebuah gambar, melainkan cerminan kepedihan dan harapan. Melalui karyanya kali ini, Guslan memberikan sebuah pesan bahwa fotografi bukan hanya semata karena bidang pekerjaan. Namun, sebuah panggilan untuk menyampaikan cerita, menginspirasi, dan membawa perubahan yang lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *