Meme: Dorong Ekraf Digital lewat Konten Humor

meme
Ilustrasi meme nggak melulu menyoal selera humor, tapi juga berkontribusi nyata pada kreativitas digital di Indonesia. MANTRAIDEA/Wahyu Orazah

Mantraidea.com – Meme di internet rasanya sudah menjamur kemana-mana. Tak dapat dipungkiri, keberadaannya cukup menghibur warganet kala berselancar di setiap platform online.

Kendati demikian, pembuatan meme kini telah menjadi sebuah kebiasaan kreatifitas unik. Tak hanya sekedar berbagi selera humor, tapi juga sebagai sarana penyampaian ide, pandangan, bahkan kritik sosial. Tanpa disadari, foto atau gambar lucu ini memiliki kontribusi tersendiri dalam perkembangan dunia ekonomi kreatif digital. Loh kok bisa? Yuk, kita bahas sama-sama!

Memahami Sejarah Meme

Umum diketahui, meme merupakan bentuk kreativitas digital yang telah menjadi sorotan utama di media sosial (medsos). Dalam visualnya, mencakup gambar, kata-kata, hingga video yang disunting dengan humor atau sindiran. Tujuannya sederhana, yaitu untuk menyajikan gelak tawa, merangkai emosi, bahkan menyampaikan pesan secara unik.

Di Indonesia, meme mulai merambah sekitar tahun 2009 hingga 2013, seiring kepopuleran medsos yang mulai mendominasi. Salah satu tonggak penting dalam popularitasnya di Tanah Air adalah Facebook. Khususnya, dalam laman ‘fans Meme Comic Indonesia’.

Hingga kala itu, eksistensinya membentang hampir di seluruh kanal medsos. Kemudian, mulai bertambah banyak dan menciptakan lingkungan khusus bagi para penikmatnya. Terlebih, melalui akun-akun yang konsisten menyajikan gambar lucu dan video lucu di Indonesia. Mulai dari Dagelan, Tahilalats, hingga Awreceh.

Dalam kilas baliknya, gambar mim pertama kali ditemukan pada tahun 1996 yang dikenal dengan nama ‘The Dancing Baby. Dalam sejarah meme, istilah ini dikutip dalam buku ‘The Selfish Gene’ karya Richard Dawkins, seorang penulis berkebangsaan Inggris. Buku tersebut memuat asumsi keterlibatan mim dengan aktivitas sosial yang dilakukannya di internet.

The dancing baby
‘The Dancing Baby’, meme yang pertama kali muncul di internet. Sumber: Dokumentasi T3N

Respon Meme di Dunia Digital

Di era yang serba berkembang, dunia digital jadi salah satu ladang kreatifitas yang prospektif. Saking kreatifnya, masyarakat mulai memiliki banyak cara untuk menciptakannya. Salah satunya dengan menjadi kreator meme.

Kesempatan itu tak terlepas dari Pras (21), mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Menurutnya, menyelami meme bukan hanya sekadar hiburan semata, melainkan juga banyak pelajaran yang bisa diambil. “Kerennya, bisa menemukan pesan-pesan tersirat. Lalu, menghasilkan respon yang berbeda tergantung pemahaman,” ujar kreator sekaligus penikmat mim ulung tersebut.

Sifatnya yang repetitif dan beragam, membuat banyak pecintanya memiliki banyak cara untuk menikmatinya. Apalagi, Pras menganggap bahwa caranya mengartikan mim menjadi budaya tersendiri ketika bermain medsos. Entah sekedar nimbrung di kolom komentar fans page atau membagikan meme lucu buatannya di jejaring medsos pribadinya.

Kreativitas dalam meme selalu berhubungan dengan sesuatu yang viral atau tren. Hal tersebut seolah-olah menjadikan konteks yang dibawa selalu dapat menggaet ‘member’ baru. Menciptakan sebuah kolam yang dengan mudah dikunjungi oleh orang awam.

Dari hal tersebut, Pras seringkali menemukan perbedaan para penikmat mim dari respon di kolom komentar. Orang awam yang kurang mengerti konteks pada gambar atau video lucu tersebut, akan menanggapi dengan serius dan menghilangkan esensi dari konten. “Sebaliknya, ada yang memiliki kesan bahwa sejauh apapun pesan yang dibawa oleh suatu meme, tujuannya yaitu menciptakan sebuah hiburan,” tambahnya.

Keterlibatan Meme dalam Ekonomi Kreatif

Sayangnya, sebagian orang belum menyadari sepenuhnya potensi meme dalam ranah digital. Padahal, keberadaannya memiliki daya tarik yang mampu membentuk budaya kreatif dan berkesinambungan.

Merebaknya akun-akun artis atau kreator mim menjadi bukti bahwa kreativitas ini berpotensi jangka panjang untuk terus eksis setiap zaman. Sebagai contoh, Youtuber Eno Bening. Ia bahkan memiliki konten khusus untuk berbagi pendapat perihal gambar lucu yang ditemukannya di dunia maya. Sehingga, memicu audiens untuk menciptakan ekosistem baru. Bertukar respons pesan sosial, politik, ekonomi hingga sejarah yang terkandung dalam kontennya. Uniknya, bahasan serius itu terbungkus rapi dalam konteks kelucuan.

Eno juga merasa puas karena dapat mencurahkan ideologinya. Sebagai bonus, ia bisa meraup keuntungan finansial lewat kontennya. Dengan gamblang, menunjukkan perputaran ekonomi kreatif yang signifikan pada dunia meme.

Bergeser ke keterlibatan ekonomi kreatif dalam cakupan lebih besar. Kesuksesan itu bisa dilihat dari Tahilalats. Sebuah bisnis industri kreatif yang berfokus pada ilustrasi komik lucu. Berawal dari iseng, kepopulerannya merambah hingga ke mancanegara. Termasuk kolaborasi terkenalnya dengan band Coldplay untuk promosi rilisan single terbaru ‘Highest Power’ pada tahun 2021 lalu. Hingga edisi kolaborasinya dengan tokoh kartun asal Jepang, Shinchan.

tahilalats
Karya kolaborasi epik Tahilalats dengan band Coldplay, edisi perilisan single ‘Highest Power’. Sumber: Instagram @tahilalats

Keberhasilan Tahilalats patut diacungi dua jempol. Sebab, secara tidak langsung kehadirannya membawa nama besar industri kreatif Indonesia. Apalagi, dengan rekam jejaknya yang menciptakan cerita meme comic yang unik.

Dengan demikian, kontribusi meme dapat menciptakan ruang tersendiri di era serba digital seperti saat ini. Disisi lain, juga menyisakan perkembangan ekonomi kreatif. Dengan menyukai ataupun terlibat dalam dinamikanya, ParaMantra tak sekadar menjadi penikmat belaka. Tetapi, juga menjadi aktor kecil untuk mengantarkan ekonomi kreatif Indonesia ke panggung global.

Pasti ParaMantra ada yang sering scrolling atau bahkan telah menjadi kreator meme, kan? Jangan biarkan cerita lucu dan unikmu hanya jadi rahasia. Yuk, sharing pengalaman serumu di kolom komentar!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *