Penumpang Sepi, Upaya SamAngkot Kembalikan Angkutan Umum

SamAngkot
Angkutan Kota (Angkot) yang tergabung dalam Sam Angkot, menunggu orderan tepat di depan Stasiun Kota Baru Malang. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Mantraidea.com- Moda transportasi umum di Indonesia, terutama Kota Malang kian sepi. Nasib mobil pelat kuning itu, kini hanya lalu-lalang atau bahkan diam ditempat. Mencari dan menanti penumpang, meski sering kali hanya dilewati. Ekonomi yang berkecukupan, kini hanya menjadi harapan semata.

Massa yang Entah Kemana

Zaman sekarang, harga murah belum cukup untuk menggaet penumpang dalam skala besar. Gengsi, pola pikir, trauma, cerita orang lain, dan masih banyak lagi. Menjadi alasan orang untuk menghindari transportasi umum ini. Padahal, dulu angkutan umum sangat membantu bagi banyak orang yang bepergian. 

Transportasi umum pernah melegenda di Tanah Air. Pernah merajai jalanan di kota-kota besar. Kereta api dengan lalu-lalang pedagang asongan, bajaj dengan suara knalpotnya, serta bus kota dan angkutan umum yang kerap kali berhenti di sembarang tempat. Hampir semuanya, tergerus zaman. 

Lambat laun, masyarakat memandang angkutan umum tak lagi efisien. Budaya bepergian dengan angkutan umum ini pun mulai luntur. “Penumpangnya tinggal pelajar, pedagang pasar, atau kalangan orang tua. Itu pun nggak tiap hari,” celetuk salah seorang sopir angkutan umum di Malang.

Sepinya penumpang berdampak langsung bagi perekonomian sopir. Harusnya bisa merogoh kocek dalam jumlah besar, tapi malah hanya harapan semata.  Entah kepentingan pribadi atau kepedulian yang harus diprioritaskan untuk permasalahan seperti ini. 

Angkutan umum atau angkutan kota, masyarakat sih menyebutnya angkot. Model fisik yang lawas, tampilan yang kurang layak, dan kurang hati-hatinya sopir. Bahkan banyak juga cerita yang beredar tentang copet yang menyamar jadi penumpang. Perasaan ‘was-was’ selalu mengitari pikiran orang yang melihat angkot. 

Celetukan yang Bermakna

Safitri Mufaidah (20), seorang mahasiswi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Bersama teman-temannya, malah menggandeng para sopir angkot untuk tetap mencari penumpang. Berawal dari liburan kuliah, di Januari 2023. Fitri sapaannya. Bersama Endhita, dan Arsya, dari Surabaya yang ingin keliling Kota Malang dan berwisata alam di Kota Batu. Tapi, mereka tidak membawa kendaraan dan berpikir bahwa naik ojek online itu mahal. Alhasil, celetukan “sewa angkot yuk?” muncul tiba-tiba. 

Wiyono, adalah sopir angkot Malang yang mengantarkannya. Cerita tentang keluh kesah sopir angkot mengiringi perjalanan dari Malang ke Kota Batu. “Penumpang angkot sekarang sepi, jadi banyak angkot yang biasanya berhenti di pinggir jalan. Nggak hanya kita (para sopir) yang tau kondisi ini, tapi kayaknya semua orang juga tau,” ucapnya.

Penumpang sepi, angkot berjejer berhenti di pinggir jalan berharap ada penumpang. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Selepas dari Malang kembali ke Surabaya. Pikiran yang tiba-tiba muncul, “Kalau angkot Malang disewakan gimana ya?” tanya Arsya. Sebenarnya, mobil biru ini masih punya potensi untuk dikembangkan. Apalagi, jumlah angkot terbilang banyak, hanya saja penumpangnya sedikit, yang berdampak langsung ke penghasilan.

Keresahan itu membawa mereka untuk lebih peduli sekitar. Safitri, Endhita dan Arsya, kembali ke Malang untuk melakukan survey langsung. Bertanya dan menggali info tentang nasib dari angkot yang sepi penumpang itu. 

Validasi yang Bertahap

Menjadi sopir angkot bukan perkara memutari kota mencari orang. Tak hanya berlalu-lalang berharap ada penumpang. Tapi, melatih kesabaran, rasa bersyukur, serta memikirkan peluang. 

Miris, rata-rata uang yang mereka dapatkan sehari hanya Rp.150 ribu. Belum dipotong bensin, apalagi yang angkotnya sewa, harus bayar biaya sewa sekitar Rp. 50 ribu. Bisa dihitung, hasil yang didapatkan pun tak sepadan. “Sopir angkot pulang bawa Rp. 50 ribu, dibuat nonton aja udah abis. Itu bapaknya muter seharian loh,” tegas Fitri. 

Mulailah diskusi antara ketiga mahasiswa dengan beberapa sopir angkot, di depan Stasiun Kota Baru Malang. Inisiatif membuat program sewa angkot online. Rencananya bisa digunakan untuk ke tempat wisata, angkut barang, pindahan kos, dan lainnya. Respon positif dan senyuman mulai terlihat di wajah sopir angkot itu. “Ide bagus itu, jadi kita ada kepastian dari segi penumpang dan penghasilan,” ucap Wiyono. 

Malang dengan ciri khas bahasa walikan, menjadi inspirasi nama untuk program ini. Samangkot, ‘sam’ artinya ‘mas’, digabungkan dengan angkot, jadilah nama itu. 

Februari, mereka mulai bikin akun sosial media Instagram, Tiktok dan Whatsapp. Rencana promosi melalui akun tersebut ternyata gagal dijalankan, karena kesibukan masing-masing anggota. “Samangkot ini termasuk sociopreneur, memberikan manfaat secara sosial. Jadi aku takut untuk meminta waktu lebih ke teman-teman,” tambahnya. 

Tanpa disadari, tim Samangkot pun bertambah, kini menjadi enam orang, dengan jobdesk masing-masing. Awal Maret, mereka mulai aktif promosi, ternyata melebihi ekspektasi. Infonya beredar cepat dan luas, sehingga banyak orang yang mulai notice Samangkot. 

Kenyamanan penumpang menjadi prioritas utama. Kondisi mobil layak, sopir yang memprioritaskan penumpang, harga terjangkau sesuai jarak adalah nilai plus dari Samangkot. Serta pemesanan lebih mudah, melalui chat Instagram menjadikan waktu lebih efisien. 

Penumpang sepi, angkot berjejer berhenti di pinggir jalan berharap ada penumpang. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Awalnya tim hanya mengkoordinir pemesanan, tanpa meminta bayaran. Uang pemesanan pure untuk para sopir, tapi lambat laun para sopir itu memutuskan untuk bagi hasil. Juweri, anggota Samangkot berpendapat, “Ambil beberapa persennya, karena tim Samangkot sudah membantu mencarikan penumpang”.

Diputuskan dengan mengambil beberapa persen, tapi uang itu bukan untuk pribadi. Diputarkan untuk kebutuhan pendukung Samangkot yang rencananya akan dibelikan stiker, dan seragam sopir Samangkot. 

Saat ini, terdapat empat sopir utama, Yudi, Juweri, Hariyadi dan Wiyono. Ketika ada pesanan, tim melakukan sistem giliran, jadi tidak ada sopir yang dominan. Bahkan kalau ada pesanan lebih dari empat angkot, mereka yang ‘ketiban’ giliran harus mencari sopir angkot lainnya. Tentu sesuai standar kenyamanan Samangkot. “Adanya program ini, kami merasa terbantu, penghasilan juga perlahan naik,” tambahnya sambil tersenyum penuh syukur. 

Perlahan Jalan Lebih Jauh

Bisa dibilang masih di tahap merintis, tapi program Samangkot telah menginspirasi salah satu orang di Banyuwangi. Ketika ditanya bagaimana responnya, tim menjawab, “Benerin yang di Malang dulu, baru berani pindah ke kota lain. Tapi, siapa tau jadi Samangkot cabang Banyuwangi,” guraunya. 

Memperbaiki pelayanan dan berharap kedepan ada aplikasi khusus Samangkot. Serta, respon positif dari masyarakat adalah hal yang selalu diperjuangkan tim. Hal itu, dipilih sebelum melangkah lebih jauh untuk melakukan audiensi ke pemerintah Kota Malang. Meskipun, banyak seliweran kabar kalau sopir angkot Malang nantinya akan dibayar oleh pemerintah. Itu tak menyurutkan semangat mereka. 

Dari kepedulian, menggerakkan hati mereka untuk merangkul yang membutuhkan. Penghasilan yang mulai membaik, menjadi tanda bahwa tujuan Samangkot perlahan tercapai. Dari situ, melihat senyuman orang lain adalah kesenangan yang lebih berarti daripada kesenangan pribadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *