Peran Krusial HKI dalam Perlindungan Merek Dagang

hak kekayaan intelektual sampul
Ilustrasi bahwa hak atas karya pribadi perlu dilindungi oleh HKI. Sumber: Dokumentasi lanpdt.com

Mantraidea.com – Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, ekonomi kreatif telah menjadi salah satu sektor paling menjanjikan dalam perekonomian global. Pelaku ekonomi kreatif, seperti seniman, penulis, desainer, dan pengembang perangkat lunak, menciptakan produk dan layanan yang berharga bagi masyarakat. Di Indonesia, terdapat 17 subsektor ekonomi kreatif yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Salah satu perkembangan ekonomi kreatif dapat dilihat di Kota Malang, Jawa Timur. Kota ini memiliki potensi ekonomi kreatif yang melimpah, dengan banyaknya pelaku usaha yang tersebar di penjuru kota. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang dalam survei ekonomi 2016 menunjukkan, terdapat lebih dari 40 ribu pelaku ekonomi kreatif dengan potensi 16 subsektor.

Ekonomi kreatif adalah hasil penggabungan ide, inovasi, dan keterampilan manusia. Sudah sewajarnya bahwa tidak sembarang orang bisa dengan bebas ‘mencontek’ ide yang telah dihasilkan oleh intelektual penemu usaha. Namun faktanya, seringkali para pelaku kreatif dihadapkan pada tantangan serius, yaitu pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Dasar Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peran yang sangat krusial dalam melindungi karya intelektual. Serta, dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pelaku ekonomi kreatif. Menurut Sekretaris Sentra HKI Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sofyan Arief mengatakan HKI berhubungan dengan permasalahan reputasi kepemilikan personal maupun komunal. “Kekayaan intelektual merupakan suatu karya yang didasarkan pada pemikiran karya intelektual yang memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang besar,” tegas Sofyan.

Dalam sistemnya, HKI mencangkup hak cipta, merek dagang, paten, desain industri, dan rahasia dagang. Perlindungan ini memberikan keamanan hukum bagi pelaku ekonomi kreatif terhadap penggunaan tanpa izin, reproduksi, atau penyalinan karya yang dilakukan oleh pihak lain. Sedangkan, bagi para pelaku ekonomi kreatif, perlindungan HKI sangat penting karena memungkinkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang dihasilkan.

Di Indonesia, umumnya HKI harus melewati prosedur pendaftaran. Sofyan menambahkan, “Perlindungan terhadap karya intelektual ada yang bersifat otomatis, ada pula yang harus didaftarkan.” Contohnya adalah hak cipta, di mana sebuah karya yang dipublikasikan akan secara otomatis mendapatkan hak cipta dan tercatat oleh negara.

Namun, terdapat juga jenis perlindungan yang harus didaftarkan, seperti hak paten, hak cipta, dan merek. Dengan mendaftarkan karya tersebut, pencipta dapat memastikan keamanan hukum dan kekuatan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual mereka.

Pentingnya Hak Cipta dalam Berbisnis

Namun, fakta di lapangan membuktikan bahwa tidak banyak pelaku ekonomi kreatif yang memahami tentang seberapa besar urgensi perlindungan hak cipta dan kekayaan intelektual dalam bisnisnya. Disisi lain, tidak sedikit pula yang merasa bahwa pendaftaran hak cipta sebagai tindakan penting dan menjadi prioritas dalam melindungi bisnis dan karyanya.

Kendati demikian, banyak orang yang beranggapan, mengurus dan mendaftarkan HKI adalah hal yang rumit dan merepotkan. Bahkan, beberapa pelaku usaha ekonomi kreatif mengungkapkan bahwa perlindungan HKI tidak sepenuhnya efektif dalam melindungi karya dalam konteks bisnis mereka. Padahal, perkembangan bisnis dan industri kreatif semakin menggarisbawahi pentingnya perlindungan HKI. 

Dalam perkembangan industri ekonomi kreatif, para pelaku sebenarnya secara tidak langsung harus mengelola karya-karyanya agar keaslian tetap terjaga. Hal ini menjadi penting untuk meminimalisir risiko penjiplakan karya oleh pihak lain. Dengan mengelola karya dengan baik dan mempertimbangkan perlindungan hak cipta, pelaku ekonomi kreatif dapat melindungi hasil kreativitas mereka dari tindakan copy paste yang tidak etis.

Tanggapan Pelaku Bisnis

Firman, selaku founder Clay Studio menjelaskan tentang keinginannya dalam mendaftarkan hak merek atas karya yang ia buat. “Sudah kepikiran untuk mendaftarkan ke HKI, tapi perlu meninjau lagi. Kemungkinan, untuk projek game selanjutnya akan kami daftarkan hak cipta,” jelasnya. Ada sedikit kendala ketika mendaftarkan hak cipta di Indonesia yang mana tidak berlaku di kanca internasional. Oleh karena itu, jika ingin membuat hak cipta yang berlaku internasional, maka harus mendaftarkan ke negara yang bersangkutan.

Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa karyanya yang didominasi oleh desain belum direncanakan untuk didaftarkan hak cipta. “Kalau misal bisnis ini sudah mulai besar, kemungkinan akan kami buatkan hak cipta untuk karakter di dalam game-nya,” jelas Firman.

Sementara itu, di bidang bisnis printing maupun fashion, keberadaan hak cipta sangat diperlukan. Khususnya dalam konteks merek dagang. Perlindungan HKI diperlukan sebagai langkah untuk mengantisipasi plagiasi atau penjiplakan produk yang telah ada. Hal inilah yang dipikirkan oleh Levita Damaika, owner dari Lakshmee. “Karena pernah mencoba untuk mengajukan hak cipta sekitar tahun 2017-2018 dan berakhir ditolak dalam pengajuannya,” ungkapnya.

Upaya Lakshmee Indonesia
Dalam upaya melindungi produknya, Lakshmee Indonesia berkomitmen untuk mendaftarkan hak cipta atas produk Ecoprint-nya. MANTRAIDEA/Rendy Andika Putra

Kekhawatiran yang dirasakan oleh Levita semakin mendalam, mengingat ada risiko bahwa seseorang dapat memanfaatkan situasi tersebut dan menciptakan karya yang mirip dengan hasil karyanya. Jika hal ini terjadi, ia akan mengalami kerugian besar karena karyanya dengan mudah dapat ditiru oleh pihak lain.

Meskipun demikian, Levita tidak berhenti berusaha untuk mendaftarkan karyanya ke HKI guna mendapatkan hak cipta yang sah. Tujuannya adalah agar setiap karya yang telah ia buat dapat terlindungi dengan baik dari tiruan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, dirinya pun berharap dapat menjaga integritas dan keunikan karyanya serta melindungi hak-haknya sebagai pencipta.

Validasi Merek demi Jaga Orisinalitas

Dilansir dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dalam web dgip.go.id ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi guna melakukan pendaftaran hak cipta. Persyaratan tersebut meliputi detail dan contoh karya, serta informasi terkait waktu dan lokasi pengumuman pertama suatu karya. Hal ini bertujuan untuk memvalidasi orisinalitas karya yang diajukan.

Namun, dalam praktik proses pengajuan hak cipta seringkali menemui kesulitan. Beberapa berkas yang diminta seringkali tidak memenuhi prosedur yang ditentukan. Tentu, hal itu berakibat pada penolakan.

Prinsip ‘first to file’ menjadi dasar dalam pendaftaran merek dagang. Pihak yang pertama kali mendaftar berhak memiliki hak atas merek tersebut. Dengan kata lain, siapa cepat dia dapat. Selain itu, perlindungan atas merek berlaku sejak permohonan pendaftaran merek dagang diajukan Artinya, pelaku usaha tidak perlu khawatir mereknya akan direbut orang lain di tengah proses pendaftaran merek dagang. 

Perkembangan dunia bisnis yang terjadi saat ini, sedikit banyak membawa dampak positif maupun negatif. Karena hal itu, sebagai founder dari sebuah bisnis baru, alangkah baiknya segera untuk mendaftarkan merek dagang tersebut ke HKI. Hal ini harus diupayakan, agar terhindar dari copy paste yang bisa saja dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 

Dalam dunia yang semakin kompleks dan kompetitif ini, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi semakin penting bagi pelaku ekonomi kreatif. Pendaftaran hak cipta, merek dagang, dan perlindungan HKI lainnya bukanlah sebuah formalitas belaka. Melainkan, menjadi langkah yang krusial dalam menjaga keunikan, orisinalitas, dan keberlanjutan dari bisnis. Melalui kesadaran dan tindakan proaktif dalam mendaftarkan merek dagang, maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *