‘Berlabuh Sukacita’ Suguhan Geliat Perupa

Berlabuh Sukacita
Realistate dan Reboisasi, karya Saiful Ulum menceritakan tentang sindiran terhadap kerusakan lingkungan. MANTRAIDEA/Ratna Diana

Mantraidea.com- Tahun demi tahun, kreativitas para pelaku seni semakin terlihat eksistensinya. Tak heran, pameran seni dengan gampangnya mulai ditemui dimana-mana. Geliat perupa dalam memamerkan karyanya mulai merebah menjajah komunitas-komunitas yang ada. Salah satu yang terbaru adalah pameran artistik dari komunitas perupa Pasuruan yang bertajuk ‘Berlabuh Sukacita’. 

Proses Berlabuh bersama Perupa

Pameran kali ini adalah hasil karya dari seniman yang tergabung dalam Komunitas Guru Seni dan Perupa (KGSP) dari Pasuruan. Belum sepekan berlalu, acara ini berhasil digelar mulai 13 Mei hingga 20 Mei 2023 lalu. Lokasinya tidak jauh dari tengah kota, tepatnya di Galeri Mojopahit, Dewan Kesenian Malang (DKM), Malang.

‘Berlabuh Sukacita’, jika dikulik dari budaya pesisir kata ‘berlabuh’ memiliki arti berhenti di daratan yang baru. Digandengkan dengan ‘sukacita’ karena telah melewati segala kondisi tak terduga selama mengarumi lautan. Dengan tujuan ingin menunjukkan bagaimana proses sebuah karya terbentuk. Selain itu juga, pameran ini didasarkan pada rasa ingin menjalin tali silaturahmi dengan seniman lainnya, terkhusus Kota Malang. 

Awan Pamungkas, Garis Edelweiss, Saiful Ulum, Sihabudin, Yoes Wibowo, dan Wahyu Nugroho menggabungkan karya mereka di ruang pamer. Masing-masing membawa perbekalan berupa kondisi, ide, metode teknik, dan media. Enam karya dipamerkan oleh masing-masing perupa. Sehingga, total keseluruhan sebanyak 36 karya terpajang dengan rapi.

Menariknya, materi yang dibawakan setiap perupa berbeda sehingga tidak membuat pengunjung merasa bosan. Kisahnya disusun runtut dan dikemas apik melalui karya. Menjadi alasan pengunjung berlama-lama untuk memaknai hasil karya yang terpampang.

Sambutan Pameran

Menjelajah dan mengitari ruangan nampak sedap rasanya disambut dengan pajangan lukisan yang indah memukau. Seakan-akan menghipnotis siapapun yang melihatnya. Menghentikan tiap langkah yang mencoba untuk berjalan lebih jauh lagi. 

Dalam pameran Berlabuh Sukacita menyediakan dua ruangan agar pengunjung dapat lebih leluasa melihat ke-36 karya itu. Tentu, untuk mengapresiasi karya seniman ini pengunjung harus mencatat data diri terlebih dahulu dan membayar biaya masuk. Tak mahal, hanya lima ribu rupiah saja. 

Pertama masuk, karya artistik dari Saiful Ulum pun siap menyambut. Membawa tema isu lingkungan dengan mengedepankan karakteristik gaya naif landscape-nya. Memamerkan imajinasi dari ingatan kecilnya dalam goresan cat akrilik di tiap lembar kanvas. Pengunjung akan dimanjakan dengan penggunaan pola dan warna cerah yang tidak tercampur dengan baik. Ditambah kesan kenaifan yang memberikan efek memukau dan memikat dalam gambarnya.

Bergeser sedikit, seni rupa dengan makna memupuk kesadaran melalui sejarah lokal pun berjajar dengan rapi. Dalam satu sisi tembok, karya Yoes Wibowo mengingatkan pengunjung untuk sadar bahwa sejarah lokal itu benar adanya. Melalui riset yang memuat cerita filosofis, karya dekoratif itu dibentuknya dengan memasukkan simbol sejarah. “Sekarang waktunya meruwat negara ini,” tuturnya dalam tulisan kurator. 

Dalam satu ruangan itu pula, ada karya yang terpampang dari perupa yang berangkat dari musik. Ia adalah Awan Pamungkas. Memasukkan suasana puitis dalam tiap gambaran di kanvasnya. Menggabungkan seni musik dan seni rupa dalam satu media yang ternyata bukan hal buruk. Justru memberikan warna baru dalam lukisan artistik yang digores menggunakan akrilik, cat semprot dan bolpoin.  

Lukisan yang terpajang di ruang rupa ini dapat dimaknai lumayan cepat. Pesan yang ingin disampaikan tergambar dengan cukup jelas. Goresan diatas kanvas setiap perupa terlihat pembedanya.

Perjumpaan Hal Baru

Lebih jauh, melangkah ke ruang kedua dari pameran ini. Tak jauh berbeda, tapi karya di ruangan ini cenderung memiliki kontradiksi dan banyak pesan tersirat. Berjumpa dengan hal baru dari imajinasi perupa. Seperti karya dari Wahyu Nugroho.

Pria dengan banyaknya profesi pekerjaan di hidupnya ini pun turut memamerkan karya lukisannya kepada publik. Kesenangannya pada menulis mengantarkannya menjadi seniman rupa. Goresan garis, gabungan bentuk, coretan cat dengan warna apiknya ia padu-padankan. Membentuk ekspresi diri, spiritualitas, pengetahuan dan rentetan pengalaman yang dikemas dalam enam lukisan. 

Tegar di Tengah Badai dan Pergulatan Batin, karya Wahyu Nugroho menyatukan macam-macam bentuk. MANTRAIDEA/Ratna Diana

Disamping lukisan Wahyu, terpajang jelas karya dari Mahasiswa Universitas Negeri Malang. Sihabudin, namanya, Ia mengangkat Parade Laut sebagai tema karya yang ia pamerkan. Sebagai bentuk penggambaran dari Tradisi Praonan di Pasuruan. “Budaya dapat menjadi salah satu ide untuk membuat karya seni,” ucapnya. Dari sanalah ia menggabungkan bakat seninya dengan cerita penggabungan budaya. Menggunakan pensil sebagai media utamanya, Budin berhasil memikat dan membuat perjalanan pengunjung berhenti di depan karyanya. 

Satu lagi yang tak kalah menarik mata pengunjung. Karya dari seniman yang memiliki nama estetik. Garis Edelweiss, sesuai namanya ia mampu memberikan suguhan karya artistik yang bernilai seni tinggi. Diatas papan kayu, dengan coretan bolpoinnya. Mengawali karyanya dengan spontanitas di teras rumah. Hingga jadilah coretan yang turut menghiasi ruangan itu. 

Antusias dan Apresiasi Mereka

Pameran, dimaknai sebagai momentum untuk capaian terbaik atas karya-karya perupanya. Seperti pelaut yang telah menyeberangi samudra untuk mencapai daratan yang ia tuju. Di ruang pamer, perupa menaruh pikiran, hati, dan perasaannya. Berharap karya yang dibuat mendapat apresiasi yang layak.

Semangat enam seniman itu tak padam, memberikan titipan pesan melalui karyanya. Materi pembahasan yang dikemas dalam sebuah seni memang sukar diterima bagi orang awam. Tapi melalui judul, orang pasti paham apa yang sebenarnya ingin disampaikan perupa. Itulah yang menjadi spirit utama seniman dalam membuat karya seni yang apik.

Portrait pengunjung saat melihat dan memaknai karya seni yang terpajang. MANTRAIDEA/Ratna Diana

Dalam Berlabuh Sukacita, hal itu dibuktikan dengan pengangkatan isu lingkungan. Memberikan sindiran atau bahkan kesadaran untuk manusia. Membeberkan fakta dalam karya artistik, bahwa sekarang banyak manusia yang tidak bisa memanfaatkan alam dengan bijak. Padahal, jika alam terawat, kehidupan yang baik pun akan disadari oleh semua makhluk. Entah manusia ataupun hewan. 

Bahkan juga, spirit untuk memberikan kesan positif pun dapat ditemui dalam sebuah karya rupa. Menggambar bukan hanya persoalan mengungkapkan emosi saja, sebab dapat menjadi media berdoa bagi perupa. 

Perihal apresiasi? Hadirnya beberapa pelaku seni Malang Raya turut memberi dukungan dan apresiasi mereka. Seniman asal Kota Batu, Sidoarjo, Malang Raya, tumpah ruah menghadiri pameran ini. Bukan hanya mereka yang memahami seni saja, semua membaur di ruang pamer itu. Mereka pun betah berlama-lama di sana, mendatangi satu persatu karya dan mengabadikan dalam jepretan kamera yang dibawanya. 

Seperti halnya, Abim Pangestu, salah satu pengunjung Pameran Berlabuh Sukacita. Ia mengaku jarang sekali mendatangan event seperti ini. Tapi, karena penasaran dan informasi yang beredar di Instagram berseliweran. Alhasil, ia pun meluangkan waktunya untuk melihat lukisan yang dipajang di tiap ruangan. “Ternyata tiap lukisan mengandung pesan tersirat,” ucapnya.

Kedepannya, pameran artistik ini akan terus berlabuh di antara kota-kota lainnya. Memotivasi seniman lainnya untuk lebih giat menggelar pameran. Mewujudkan impian dan harapan dalam satu galeri pameran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *