Ikuti Tren Bisnis Seni Kriya, Manfaatkan Sisi Positif FOMO

seni kriya
Produk meronce manik-manik dari pink.wishid, membuktikan bahwa fomo juga memiliki sisi positif dalam hal ekonomi. Sumber: pink.wishid

Mantraidea.com Merebaknya seni kriya dalam subsektor ekonomi kreatif, kini memegang peranan signifikan dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Pada dasarnya, kriya adalah salah satu kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi dan dapat membuka peluang berbisnis yang potensial. Salah satu contoh seni kriya yang kini populer adalah meronce manik-manik, seperti gelang, cincin, hingga kalung. Selain itu, kerajinan tangan ini juga dapat dijadikan aksesoris penunjang fesyen. 

Lebih lanjut, banyak kawula muda memilih terlibat dalam bisnis meronce sebagai wujud dari eksplorasi kreatif. Tentu, keberadaannya telah melengkapi katalog dagang yang dapat dijumpai dimanapun. Tapi, apakah bisnis ini dapat dikaitkan dengan fenomena FOMO, (Fear of Missing Out)?

FOMO dalam Berbisnis

Kata FOMO merujuk pada suatu fenomena psikologis yang mencerminkan ketakutan seseorang untuk tertinggal dari hal-hal yang sedang populer. Gampangnya, keinginan individu untuk ikut-ikutan. Sebagai makhluk sosial, manusia rentan merasa cemas karena mengasumsikan bahwa orang lain dapat memiliki kemampuan yang lebih baik.

Namun, ini tidak hanya merujuk pada suatu persoalan saja, melainkan juga kerap ditemui dalam lingkup jual beli. Dilansir dari kompas.com, fenomena ini mempengaruhi adanya interaksi, pendekatan, pemikiran, pengambilan keputusan, bahkan hingga pembelian. Akibatnya, FOMO memiliki dampak besar terhadap kegiatan bisnis yang terjadi antara dua belah pihak. 

Hal tersebut mengartikan bahwa seseorang mungkin membuka bisnis atau konsumen akan membeli produk tertentu karena takut akan ketinggalan tren. Oleh karena itu, pemahaman mengenai FOMO dalam berbisnis penting untuk diketahui. Mulai dari menyesuaikan strategi pemasaran, maupun mengelola tren dan kecemasan konsumen agar tepat sasaran.

Anak Muda Pilih Bisnis Kriya

Salah satu perintis asal Kota Malang yang memilih berjualan manik-manik sebagai langkah mengambil sisi positif FOMO adalah Ramadhani Aldilla, atau yang biasa disapa Dilla. Ia mengaku bahwa aksesoris ini tengah populer di lingkungannya. “Jadi, dulu suka beli. Daripada menghabiskan uang, mending buka bisnis kriya sendiri,” kata owner binar.mu yang mengawali karirnya pada Juni 2023. 

Dalam menjaga bisnisnya, penting untuk terus beradaptasi dengan dinamika perubahan tren dan selera konsumen yang selalu berubah. Salah satu contohnya adalah mengikuti gaya tren manik-manik terkini. Terlebih, konsumen juga seringkali FOMO dengan model yang sedang populer. 

Selain itu, tetap harus diimbangi dengan berpikir kreatif untuk menciptakan produk dengan model yang berbeda. “Apalagi, kini banyak konsumen memesan bentuk yang unik,” papar Dilla. Oleh karena itu, pemahaman akan pentingnya inovasi ini menjadi kunci untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif. 

Menarik Untuk Dibaca: Kriya Gembira, ‘Aku, Kamu, Kita Setara’

Beberapa produk binar.mu yang dirangkai sesuai dengan permintaan pelanggan. Sumber: binar.mu

Hal serupa juga dilakukan oleh Adinda Putri Ayu, pemilik usaha manik-manik bernama pink.wishid yang mulai beroperasi pada Juli 2023 lalu. Menariknya, ia telah mempunyai pelanggan tetap, bahkan menjadi reseller. Menyadari banyaknya pebisnis manik-manik lain, Dinda tetap mempertahankan kualitas dan kuantitas dari bahan produknya. Serta, beranggapan bahwa packaging yang bagus juga dapat menunjang ketertarikan pelanggan terhadap hasil seni kriyanya. 

Baginya, manik-manik dengan berbagai model dan bentuk yang menarik ini dapat menjadi medium ekspresi diri setiap individu. “Tahun 2024 ini, pesanan yang paling populer adalah strap phone, keychain, dan gelang rantai yg bisa di adjust,” papar Dinda.

Keputusannya untuk terjun di bidang ini pun tidak jauh dari ke-FOMO-annya dari platform TikTok. Aplikasi populer ini memang banyak menjerat korban FOMO, termasuk Dinda. Disisi lain, keyakinannya dalam keberlanjutan bisnis ini tetap kuat, meskipun kemungkinan tren ini akan bergulir ke arah yang berbeda di masa mendatang. 

Bisnis Kriya, Bukti FOMO Positif

Fenomena FOMO dari bisnis seni kriya inipun memantik Abdus Salam, selaku dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Menurutnya, penyebab utama seseorang menjadi FOMO berasal dari dorongan dalam diri untuk diakui oleh orang lain. Sehingga, ada persaingan antar individu untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Sementara itu, fenomena FOMO tidak jarang dijadikan sebagai salah satu strategi pemilik bisnis untuk menangkap minat pasar dari apa yang sedang populer. Dalam hal ini, Salam merujuk pada tren penjualan kriya manik-manik yang tidak dapat dihindari. Bahkan, menjadi salah satu bukti fakta sosial.  

Ia menjelaskan, “Meskipun disebut FOMO, tetapi ini adalah momentum untuk menunjang perekonomian. Terlebih, masyarakat dengan bebas dapat berkreasi sesuai dengan idenya”. Tentu, hal ini didukung dengan inovasi dan keberlanjutan dari model yang ditawarkan dalam kriya manik-manik. Sehingga, setiap produk menciptakan ciri khas dan daya tarik tersendiri. 

Sayangnya, sifat manusia cenderung cepat bosan dan dengan mudahnya dapat berpindah pada hal baru. “Semakin kreatif produk yang ditawarkan, maka semakin tinggi juga peminatnya. Namun, jika tidak dibarengi oleh produk dan branding yang baik, jangan berharap bisnis akan bertahan lama,” tambahnya. Oleh karena itu, tantangan utama dalam bisnis meronce adalah menjaga daya tarik produk agar tetap relevan di tengah perubahan selera dan tren konsumen.

Dari situlah, terlihat jelas bahwa FOMO tidak hanya mempengaruhi perilaku konsumen. Tetapi, juga menjadi inspirasi bagi para perintis untuk membuka dan mengembangkan bisnisnya. Ketika individu merasakan ketakutan ketinggalan tren atau tertarik dengan sesuatu yang sedang populer, mereka seringkali terdorong untuk mengambil langkah proaktif, termasuk memulai usaha baru. 

Dalam hal ini, fenomena FOMO dapat diambil sisi positifnya karena bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru. Tapi, bagaimana dengan tanggapan ParaMantra mengenai FOMO dalam berbisnis? Sertakan di kolom komentar, yuk!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *