Komunitas Underground Malang Kental dengan Nuansa Gitar
Mantraidea.com- Seni musik adalah seni yang paling dekat di telinga masyarakat. Sebagai media untuk mengekspresikan diri, tentu musik sangat diapresiasi oleh banyak orang. Musik tidak akan bisa dinikmati tanpa seorang pemusik atau musisi. Ternyata tak hanya itu, peran penting komunitas juga berpengaruh terhadap keberlangsungan seni ini. Seperti, komunitas Guitarisick.
Kiprah Komunitas Musik
Musik menjadi salah satu industri yang terus bertransformasi. Perkembangannya dari masa ke masa kian dinanti. Terutama bagi mereka yang berkecimpung di dunia musik, musisi contohnya.
Nyatanya, keberadaan komunitas memberi pengaruh besar terhadap berkembangnya suatu karya. Layaknya support system, komunitas bisa menjadi sebuah forum untuk bertukar ide dan pengalaman. Melalui komunitas, seorang pelaku musik bisa langsung bertemu dengan mereka, baik pemula maupun yang telah memiliki pengalaman lebih.
Sebagai barometer musik Indonesia, Malang tentu tak jauh dari adanya komunitas musik. Sedari dulu, banyak genre musik yang berkembang di Kota Malang. Apalagi musik underground yang mendominasi kala itu. Seiring perkembangannya, komunitas musik pun tumbuh dengan pesat. Bahkan menjadi elemen penting dalam tiap cerita kreatifnya.
Saddam Natanegara, gitaris asal Malang ini pun tak menampik bahwa komunitas ikut andil dalam perkembangan musik. Saddam mengatakan, ia bisa mendapat ilmu, ide baru hingga cerita inspiratif dari sesama pemain gitar. “Sebenarnya orang (musisi) Malang itu banyak yang terampil ketika memainkan gitar. Sayangnya, nggak ada wadahnya aja,” ungkapnya.
Komunitas gitar, Guitarisick, dibentuk pada 2007. Dimulai ketika bertemunya, beberapa gitaris di Studio Piranha, Malang. Biasanya mereka saling kolaborasi, memadukan kemampuan dan ide terbarunya dengan musisi lainnya. Dasar itulah yang menjadikan hadirnya komunitas Guitarisick. Digagas langsung oleh Saddam, dengan menggaet beberapa musisi Malang. Kiprahnya pun terasa hingga saat ini.
Sesuai namanya, Guitarisick merupakan komunitas yang hanya difokuskan seputar alat musik yang kerap kali digunakan saat bermusik. Benar, gitar. Selain kemudahan dalam memainkannya, gitar juga ‘masuk’ jika dimainkan di genre apapun. Gitar dan gitaris bisa ditemukan di berbagai tempat. Mulai dari panggung musik, studio rekaman, hingga kafe-kafe kecil yang menyajikan musik akustik.
Hampir Sama, tapi Beda
Mengingat, underground yang sempat naik daun di kawula muda. Saddam menyadari bahwa ia lebih tertarik untuk mengikuti perkembangannya. Dibuktikan dengan profesi ia yang menjadi gitaris di salah satu band underground. Oleh karena itu pula, Guitarisick juga lebih condong di genre musik ekstrem itu. “Tapi gak melulu soal underground, genre musik lain pun bisa join,” tukasnya.
Dikenal sebagai komunitas yang terbuka dan ramah terhadap anggota baru. Guitarisick, tidak hanya terbuka bagi para gitaris yang sudah mahir. Tapi, juga bagi mereka yang masih belajar memainkan gitar.
Tak hanya sharing ilmu saja, komunitas ini juga sering membuat karya baru. Kerennya, beberapa anggota dengan karyanya, berhasil meraih penghargaan di ajang Festival Musik Underground Malang dan sekitarnya.
“Tak ada perbedaan yang kuat mengenai penggunaan dan pemilihan gitar underground dengan genre lainnya,” jelasnya. Hanya saja, untuk underground, biasanya memiliki bentuk yang berbeda. Seperti gitar listrik dengan body yang lebih besar dan headstock yang lebih panjang.
Karakteristik suara gitarnya pun beragam, seperti distortion, overdrive, reverb, dan lain-lain. Hal ini membuat suara gitar lebih bising dan kental. Getaran yang dihasilkan pun bisa menimbulkan getaran emosi yang kuat pada pendengarnya.
Inovasi yang Digentarkan
Founder Guitarisick juga menjelaskan, bahwa adanya komunitas ini ternyata berdampak bukan hanya pada musisi saja, tapi juga bagi pembuat gitar. Belum banyak yang tahu, bahwa Malang juga memiliki pengrajin gitar lokal.
“Ada Genta gitar, legend banget tuh gitar lokal,” sebutnya. Bahkan, ketika tahun 1959, pemasarannya telah mendunia hingga ke Eropa. Ia juga menceritakan keunikan dari gitar ini. Penggunaan kayu hitam Eboni dari makassar, pada fretboard dan putaran grover tuner, menjadi ciri khas gitar Genta.
“Ada juga seperti di Odieng Custom dan Ys Custom,” sebutnya. Berhasil memproduksi jenis gitar boutique dengan kualitas sejajar brand asal luar negeri. Alih-alih menggunakan mesin. Fakta pengerjaannya 80% handmade atau masih manual dengan tangan ahli. Ia juga menyebutkan tak hanya produk lokal itu saja yang memiliki kualitas mumpuni. Radix Guitar, Stranough Guitar, Batik Soul, dan masih banyak lagi.
“Meskipun gitar lokal Malang sudah mendunia, tetap saja masih banyak orang yang lebih memilih untuk membeli gitar merek terkenal dari luar negeri,” ucap Saddam. Hal itu menjadi tantangan tersulit produsen gitar lokal.
Inovasi lebih digentarkan, apalagi dengan menggabungkan unsur budaya Indonesia pada desain dan konstruksi gitar. Penggunaan ukiran tradisional dan motif batik pada body gitar. Hingga, penggunaan bahan dasarnya yang dominan dari kayu asli Indonesia.
Adanya komunitas gitar memang secara keseluruhan dapat memperluas jejaring kreativitas. Bukan hanya mempelajari basic gitar, tapi juga interaksi antar musisi yang dapat menghasilkan sebuah karya.
Tak berhenti disitu saja. Komunitas ini juga berdampak positif bagi produsen gitar lokal yang kini banyak ditemukan. Sebagai tempat mengenalkan dan mempromosikan produknya. Meskipun lokalan, tapi produk yang diberikan berkualitas tinggi. Hal ini juga dapat memperkuat industri musik lokal di Malang dan membantu meningkatkan kualitas musik yang dihasilkan.