Lakshmee Indonesia, Pelopor UMKM Ecoprint Malang

Lakshmee Indonesia
Lakshmee Indonesia memilih untuk menggunakan pewarna alami dalam usahanya menciptakan produk tekstil dan fesyen kontemporer yang menarik. Sumber: Dokumentasi Lakshmee Indonesia

Mantraidea.com – Belakangan ini, kian banyak inovasi dari seni yang dapat di aplikasikan pada barang keperluan sehari-hari. Seperti halnya yang dihadirkan oleh Lakshmee Indonesia, pelopor UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) yang menggunakan teknik ecoprint di Kota Malang. Levita Damaika sebagai founder dan owner, telah berhasil menciptakan kesuksesan brand yang beralamat di Jl. Bromo, Oro-oro Dowo, Kec. Klojen, Kota Malang. Tak disangka, nama UMKM ini telah malang melintang di industri fesyen sejak awal berdirinya.

Bisnis dari Uluran Tangan 

Ide ini bermula tatkala melihat pasien ODGJ (Orang dalam Gangguan Jiwa) di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Kota Malang. Terlebih, melihat sebanyak 80% pasien yang hampir sembuh, tetapi masih tinggal di tempat rehabilitasi tersebut. 

Art Therapy, dipilih Levita Damaika untuk membagikan kegiatan positif kepada beberapa pasien tersebut. Salah satunya adalah dengan mengenalkan teknik ecoprint. Kegiatan ini dikombinasikan dengan teknik terapi psikologis dan proses kreatif untuk meningkatkan kesehatan mental. Sehingga, diharapkan dapat membantu memulihkan ODGJ, meskipun hanya dalam tingkat yang kecil.

Dari hal kecil itulah, Levita sadar akan peluang bisnis yang ada dan memutuskan untuk mempelajari teknik ecoprint. Serta, mengembangkannya hingga tahap produksi yang dapat dijual kepada khalayak umum. “Tahun 2016 itu, niatnya cuma sebagai media art therapy aja sih. Tapi, malah berkelanjutan hingga akhirnya brand Lakshmee ini berdiri yang dibantu beberapa temenku,” ujar pemilik Lakshmee.

Sebagai awalan, Levita bersama temannya mulai melakukan riset produk dan pasar. Hasilnya, pada saat itu belum ada UMKM yang menggunakan teknik ecoprint di Kota Malang. Hal inilah, yang meyakinkan Levita bahwa brand-nya akan dapat tumbuh dan berkembang di kemudian hari.

Dibalik Lakshmee Indonesia

Proses produksi terus digalakkan, mengingat Lakshmee Indonesia menjadi pemrakarsa produk dengan teknik ecoprint di Malang. Produk yang menjadi saksi bisu atas perjalanannya dari merintis hingga saat ini, yaitu hijab, dress dan kemeja.

Produk Lakshmee Indonesia memilih menggunakan bahan alami dalam proses produksinya. MANTRAIDEA/Rendy Andhika Putra

Dalam prosesnya, Levita mengaku hanya menggunakan bahan nabati dan mineral yang dipadukan dengan serat alami. Bahan kimia sintetis beracun ataupun logam berat tak dipakainya.

Praktek produksinya pun dirasa cukup mudah, dengan menggunakan bunga segar, kering ataupun beku sebagai bahan dasarnya. “Ada hubungannya dengan sifat katarsis, memukul sesuatu dengan palu,” guraunya. Saat ini, Lakshmee tak lagi hanya menghadirkan produk dari kain saja. Inovasi terbarunya juga melahirkan pernak-pernik aksesoris yang dapat digunakan sebagai penunjang fesyen.

Tak hanya sibuk dalam memproduksi saja, tapi Levita juga aktif mengikuti event pameran yang diselenggarakan di Kota Malang. Berkat kegiatannya tersebut, produknya laku keras dan memiliki kelas tersendiri. 

Selain itu, ia kerap kali menjadi mentor di berbagai workshop yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Hebatnya lagi, Levita juga membuka workshop berbayar untuk ibu-ibu yang tertarik akan ecoprint.

Tutup Bukan Berarti  Berhenti

Lebih jauh, dalam memasarkan dan memamerkan produknya, tak lain dan tak bukan tetap saja memerlukan sebuah tempat. Yap! Studio Tumbuh menjadi tempat dimana pelanggan dapat memesan dan membeli produk yang telah disediakan. Namun, tak hanya pemasaran berbasis offline saja. Tokopedia, Facebook dan Instagram @lakshmeeindonesia turut dimanfaatkan sebagai media pemasaran produknya.

Lakshmee Indonesia
Studi Tumbuh, merupakan studio yang digunakan sebagai tempat bertemunya pelanggan dengan produk dari brand Lakshmee. Sumber: Dokumentasi Lakshmee Indonesia

Seperti bisnis lain, brand milik Levita juga sempat vakum saat Covid-19 melanda Indonesia. Tapi, bukan berarti brand tersebut gulung tikar, Levita tetap berupaya untuk menjalankan bisnisnya meskipun tidak di studio yang biasa ia tempati saat itu. “Studio itu kan kita sewa ya, tentunya ada uang sewa perbulan. Karena tidak ada pemasukan, akhirnya saya buka studio dirumah,” ungkapnya.

Tidak ingin berlarut dalam kesedihan, Levita mulai memutar otak untuk menyusun strategi baru dalam bisnisnya. Ia pun mendapatkan kesempatan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa hotel di Kota Malang, seperti Swiss Bell Hotel dan Grand Mercure. Beberapa produknya terpajang di lobi hotel, sehingga orang-orang dengan leluasa dapat melihat produk dari Lakshmee Indonesia.

Untuk kedepannya, Lakshmee akan tetap membuat produk seperti biasanya, namun akan ada sesuatu yang baru. “Sementara ini masih dalam tahap riset terhadap target market dan konsumennya, karena pasar Lakshmee yang dulu dengan yang sekarang sangat berbeda,” tutupnya.

Kebanyakan pebisnis mengawali usahanya hanya dengan mengikuti tren saja. Namun, berangkat dari uluran tangan ternyata juga bisa membawa berkah dalam ladang penghasilan. Hanya saja, belum banyak yang memanfaatkan peluang itu. Dari situlah, muncul inisiatif untuk menggerakkan sosial guna membangun industri fesyen yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *