‘Most Of Culture’ Telusuri Jejak Budaya melalui Fesyen
Mantraidea.com – Most Of Culture, produk asli Kabupaten Bojonegoro terus mengukir jejaknya dalam upaya melestarikan budaya lokal. Dengan visi #BudayakanBudaya, brand ini memilih usung konsep desain yang menggabungkan warisan budaya dengan sentuhan gaya modern. Sehingga, berhasil menunjukkan indikasi bahwa fesyen dari daerah juga berdaya saing tinggi.
Menepis Stigma
Most Of Culture (MOC) didirikan oleh Kusuma Arum Karfandi atau yang akrab disapa Mocil, tepatnya pada 2015 silam. Ide itu muncul dari hobi menggambar dan keinginan untuk mengaplikasikan goresan-goresan kreatifnya pada kaus sebagai pengganti kanvas.
Tema budaya sengaja dipilihnya. Hal ini disebabkan karena Most Of Culture memiliki misi untuk mengenalkan budaya dengan sentuhan modern kepada khalayak luas. Suku, adat, tradisi, atau bahkan legenda dipadukannya hingga menjadi desain kaus yang unik.
Selain itu, Mocil ingin menghilangkan stigma kaus bertema budaya yang sering dianggap kuno dan kurang menarik bagi kalangan anak muda. “Kaus tema budaya seringkali dianggap sebagai kaus oleh-oleh, kita pengen menghilangkan pikiran itu,” ujarnya.
Bagi Mocil, usaha mendirikan brand ini bukanlah hal yang mudah. Ia mengaku sempat meragukan konsep kaus yang diusungnya. Pikiran tentang konsep bakal diterima oleh orang-orang atau tidak, kerap membuat hatinya gundah. “Saat awal merintis, produk MOC hanya dicetak sebanyak 36 kaus saja. Itupun yang beli teman-teman terdekatku,” ungkap pria kelahiran Bojonegoro tersebut.
Bukan hanya keraguan saja yang sempat singgah di bisnisnya, melainkan hambatan juga turut datang setelah ia berhasil merilis beberapa desain menarik lainnya. Most Of Culture sempat mengalami masa-masa sulit yang mengakibatkan brand ini berhenti produksi. “Tahun 2018 merasa buntu, nggak tau mau dibawa kemana brand ini,” tambahnya.
Sebagai owner, melihat hal itu tentu tak tinggal diam. Dengan waktu yang dipunya, ia manfaatkan untuk merancang kembali strategi konsep dan desain Most Of Culture.
Upaya Pembaharuan MOC
Pasang surut dalam membangun sebuah brand memang telah menjadi hal biasa. Tapi, bukan berarti harus terjebak pada satu posisi saja. Seperti yang dilakukan Most Of Culture yang perlahan bangkit di akhir tahun 2019. MOC menunjukkan semangat yang kuat dengan melakukan pembaruan yang signifikan dalam desain.
Kehadirannya kembali mencuat dengan membawakan desain yang lebih segar dan inovatif. Tentu, tetap mempertahankan nilai-nilai budaya yang telah menjadi identitasnya. “Saya belajar desain dan cari vendor yang lebih bagus,” ucap Mocil.
Riset mendalam tentang berbagai unsur budaya di Indonesia menjadi tahap awal sebelum menentukan desain. Ia berusaha memahami dengan baik setiap elemen budaya yang ingin ia padukan dalam desain produknya. Topeng Cirebon, Reog Ponorogo, dan cerita Rahwana menjadi contoh sumber inspirasi desain yang ia tuangkan dalam produk Most Of Culture.
Seiring dengan perkembangan produk lokal ini, MOC telah berhasil merilis sekitar 50 artikel desain yang diminati oleh banyak orang. Produk itu dipasarkannya melalui marketplace dan media sosial seperti Instagram @Mostofculture.id. Menariknya, produk MOC juga dititipkan di beberapa distro yang ada di Kabupaten Bojonegoro.
Lebih jauh, kolaborasi dengan konten kreator Norif Warisman juga menjadi strategi bisnisnya. Kolaborasi ini menjadi perpaduan yang sempurna antara dunia fesyen dan kreativitas konten digital. Hasilnya, 100 pcs produk MOC berhasil terjual.
Menurutnya, kolaborasi dapat menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi tantangan dalam bisnis. Apalagi, MOC berasal dari daerah yang jarang terekspos dalam industri fashion. “Kolaborasi juga bisa meningkatkan jangkauan market kita lebih luas lagi,” ucapnya.
Eksekusi Strategi Mendatang
Sebagai brand fesyen, Most Of Culture memiliki harapan besar untuk mempercepat pertumbuhan penjualan. Tapi, hal itu bukan menjadi harapan semata tanpa adanya eksekusi. Dengan kegigihan, beberapa strategi yang menjadi kunci untuk memasarkan produknya telah ditetapkan.
MOC berencana untuk menggaet reseller di luar kota agar dapat memperluas jangkauan pasar. Selain itu, juga bertekad untuk mendaftarkan merek ke Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Langkah ini penting dilakukan untuk melindungi merek dari potensi pelanggaran dan menegaskan identitas serta keaslian produk Most Of Culture.
Rencana itu sejalan dengan harapan untuk memberikan kepercayaan kepada konsumen dan membangun reputasi dalam industri fesyen. “Yang pasti kita punya keinginan untuk melegalkan brand ini dan meningkatkan brand awareness,” tutupnya.
Dengan penuh optimisme, Most Of Culture dapat menjalankan rencana yang telah disusun sedemikian rupa. Melalui kombinasi antara dedikasi, kreativitas, dan semangat pantang menyerah, brand fesyen ini mampu membuktikan harapan yang selama ini digenggamnya dengan erat. Bukan perkara gampang, tapi melalui tekad yang kuat siapapun dapat berkontribusi dalam upaya menunjukkan eksistensi budaya lokal terutama melalui fesyen.