Maruto Art Creation: ‘Karya adalah Cerminan Kepribadian’
Mantraidea.com- Jaranan dan reog masih menjadi akar budaya yang kuat di Jawa Timur. Beragam cara dilakukan untuk tetap melestarikan warisan turun-temurun ini. Tak heran jika sampai sekarang masih banyak kesenian yang tetap eksis, meskipun hampir tergerus oleh teknologi.
Adanya disrupsi digital tentu tak bisa ditampik bahwa berdampak hebat hingga ke kesenian. Takut nilai tradisional menjadi sasarannya. Oleh karena itu, mendirikan tempat untuk wadah melestarikan budaya dan seni adalah jalan pintas terbaik. Sanggar sebutnya. Tapi, apakah tetap ada orang yang akan memilih jalan itu? Atau malah sebaliknya?
Membina dengan Karakter
Banyaknya peminat dan pelaku seni, membuat beberapa orang tergerak hatinya memberikan sebuah inovasi baru untuk mengembangkannya. Mendirikan Sanggar Maruto Art Creation, di Sukun, Kota Malang merupakan keputusan yang dipilih oleh Taufik Hidayat. Mulai digagas pada tahun 2011 dan resmi dibentuk secara struktural pada tahun 2012.
Tak lain dan tak bukan, sebagai upaya pelestarian seni budaya adalah tujuan utamanya. Berbeda dari sanggar lain, yang dijadikan satu kesatuan utuh. Taufik membaginya menjadi dua kelompok, yakni Maruto Simojagad yang menampilkan reog, dan Kudo Maruto yang menampilkan jaranan.
Berawal dari melihat banyaknya pemuda yang masih peduli dan berbakat terhadap seni. Sayangnya, beberapa dari mereka belum tergabung dalam sebuah sanggar untuk mengembangkan potensi dirinya. “Akhirnya, mereka saya kumpulkan. Saya kelola, buat konseptualisasi, dan saya bina sendiri,” tuturnya.
Dalam membina sanggarnya, seni yang diturunkan oleh nenek moyang selalu ia jaga. Rasa dan penonjolan karakter diolah sedemikian rupa hingga menciptakan sebuah karya. “Jadi nggak hanya ‘kalap’ aja,” tambahnya.
Orang bilang, jaranan tanpa ‘kalap’ atau kesurupan bagaikan sayur tanpa garam. Seru memang kelihatannya, tapi aura mistis akan menghiasi pertunjukan itu. Dimana penampil jaranan atau reog percaya bahwa dirinya dapat dimasuki oleh roh atau entitas supranatural selama pertunjukan berlangsung. Saat ‘kalap’, penampil akan berubah menjadi sosok yang berbeda, dengan gerakan dan ekspresi wajah yang lebih intens.
Seni Budaya Tak Menyeramkan
Selain Sanggar Maruto Art Creation, sanggar lainnya mungkin hanya berfokus pada properti dan gaya pertunjukannya saja. Namun, tidak dengan sanggar ini. Pengangkatan nilai tradisional, visual, dan konseptualisasi yang matang menjadikan sanggar ini berbeda.
Hal itulah yang menjadi alasan Ahmad Razan Rizqi Dhafin memilih untuk bergabung dengan Maruto Art Creation dan menjadi pengembang di dalamnya. “Menurut saya, sanggar ini nggak bisa disamakan dengan sanggar lain, apalagi dari segi kostum dan cara bermusiknya,” jelas Dhafin.
Kebanyakan orang awam memandang pelaku kesenian itu seram dan ‘kotor’. Terutama jika mereka mempunyai tato atau gambar di tubuhnya. Pria alumnus Universitas Negeri Malang ini mengatakan bahwa tidak ada satupun seniman Maruto Art Creation yang melakukan hal serupa. Tentu, bukan tanpa alasan melainkan karena intensi mereka di seni.
Sedari awal, niat mereka berkesenian adalah untuk ‘syiar’, karena dunia jaranan memiliki penilaian kelabu di mata masyarakat. Menekankan bagaimana cara membentuk tingkah laku kepada seniman didikannya. Mencoba menerima stigma-stigma baru yang positif. “Biar tidak stigma jelek saja yang kita terima. Anak Jaranan ada juga kok, yang nggak seram,” ungkapnya sambil terkekeh.
Konseptualisasi Seni
Melestarikan seni tradisional di zaman modern, tentu tidak semudah yang dibayangkan. Sudah selayaknya, semua elemen masyarakat turut berperan bagi kelestarian budaya nenek moyang. Agar tetap lestari dan tidak menghilang begitu saja.
Festival Jaranan Malang, merupakan salah satu bentuk keikutsertaan pemerintah dalam upaya pelestarian kebudayaan ini. Acara tahunan yang diadakan oleh Pemerintah Kota Malang sebagai rangkaian acara HUT Kota Malang.
Hebatnya, Kudo Maruto mengaku tak pernah absen selama empat tahun terakhir. Bahkan konsep yang ditampilkan dirancang dan dipresentasikan dengan apik.
Ajining Laku, judul dari konsep yang dibawakan Kudo Maruto pada Festival Jaranan Malang 2023. Menceritakan tentang nilai diri seorang manusia dari tingkah lakunya. ‘Aji’ itu bicara tentang derajat atau wibawa. Sedangkan ‘Laku’ adalah perjalanan kehidupan, atau bisa juga disebut tingkah laku.
Konsep yang diciptakan langsung oleh Dhafin, berhasil membuat Kudo Maruto membawa pulang berbagai penghargaan. Mulai dari juara umum, hingga juara favorit. Selain berkat konsep ajaib yang diciptakan Dhafin, pembawaan seniman Kudo Maruto yang apik menjadikan penampilan mereka yang memukau. Tak lupa, persiapan yang rumit hingga matang.
Alih-alih ambisius dengan kemenangan. Kostum, properti, hingga mental dan fisik pelaku seni juga turut dipersiapkan. Hal itu, dilakukan untuk menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan saat perform di mulai.
Siapapun yang melihat pasti beranggapan mereka latihan dengan jangka waktu yang lama. Nyatanya, hanya membutuhkan waktu pendek. “Yang membuat keliatan lama itu, susahnya mencocokkan jadwal sesama penampil. Ada anggota kami yang juga punya kesibukan di luar kota,” jelasnya.
Mulai menjadwalkan latihannya dari awal bulan puasa, Maret lalu. Pembuatan konsep mulai dijalankan di pertengahan bulan puasa. Mereka baru benar-benar memulai latihan seminggu sebelum lebaran hingga sebelum pentas.
Menang ataupun kalah, semua pernah mengalaminya. Yang terpenting, bagaimana cara para seniman untuk mengevaluasi penampilan mereka agar menjadi lebih baik kedepannya. Alasannya, kesenian adalah sebuah ekspresi. Bagaimana cara individu mengekspresikan kesenian dan menuangkannya dalam sebuah penampilan.
Manusia mudah terpengaruh oleh faktor-faktor lain, karena bukan mesin. “Kalau mesin diatur A ya A, kalau manusia tak bisa seperti itu,” jelasnya. Evaluasi yang dilaksanakan tentu harus mencakup keseluruhan aspek. Mulai dari penampilan, energi, hingga kostum.
Evaluasi biasanya mereka adakan tiga hari setelah tampil, atau seminggu setelahnya. Hal ini dilakukan dengan hati yang dingin agar anggota tidak masih terbawa euforia dari acara. Jika tampil bagus masih terbawa senangnya, jika kurang memuaskan masih terbawa kalutnya. Tapi yang jelas bagi Dhafin, yang sudah biarlah sudah. Tidak akan dibahas jika sudah terjadi.
Partisipasi sanggar dalam event kesenian tidak hanya memberikan manfaat bagi mereka, tetapi juga bagi masyarakat. Melalui pertunjukan seni yang mereka tampilkan, masyarakat dapat lebih mengenal dan mengapresiasi seni dan budaya yang ada di sekitar mereka. Selain itu, event kesenian juga dapat menjadi sarana untuk mempromosikan pariwisata, sehingga dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal.