Muncul banyak AI, Mahasiswa Pertahankan Hegemoni Akademik

Artificial Intelligence kini menjadi salah satu pendamping manusia dalam membantu memenuhi kebutuhan tugas. Sumber: Bola.com

Mantraidea.com – Tahun 2023, inovasi kian beranak cucu. Utamanya dalam bidang teknologi. Perubahan pesat yang tidak mungkin bisa ditampik. Artificial Intelligence (AI) kini bermunculan dimana-mana. Kalau sebelumnya hanya mengandalkan Google sebagai mesin pencari jawaban ataupun jurnal, tapi pada akhir tahun 2022 justru mulai menggaet chatbot cerdas yang diproduksi OpenAI.

Seperti, ChatGPT (Generative Pre-Training) dengan modal kecerdasan artifisialnya. Karya revolusioner yang dikembangkan oleh Elon Musk dan Sam Altman ini menjadi mesin pencari informasi berkualitas tinggi dengan kemampuan berdialog yang menyerupai manusia. Menurut laporan dari Search Engine Journal, ChatGPT merupakan hasil kombinasi Natural Language Processing (NLP) dan kecerdasan buatan. Namun, perlu dipertanyakan sejauh mana para mahasiswa saat ini telah beralih mengandalkan ChatGPT sebagai sumber informasi utama. 

Penggunaan teknologi AI, seperti chatbot cerdas ini telah memberikan kemudahan akses dan kualitas informasi yang lebih baik. Namun, tetap perlu diingat bahwa penggunaan AI ini perlu diimbangi dengan kebijakan dan pendidikan yang memastikan penggunaannya yang bertanggung jawab serta pemahaman akan batasan dan implikasi etisnya.

Lantas, Adakah Sisi Positif ChatGPT?

Sistem konversasi yang didukung oleh kecerdasan buatan AI, membawa berbagai sisi positif yang mengesankan. Dengan keahlian dalam memahami dan memproses bahasa manusia, ChatGPT memberikan pengalaman konsultasi yang luar biasa. 

Selain itu, program ini juga mampu memberikan topik dalam pemenuhan tugas maupun yang lainnya. Dalam hal ini, ChatGPT memberikan solusi yang responsif dan efektif. Serta, membebaskan tenaga kerja manusia untuk tugas yang lebih kompleks dan strategis.

Disisi lain, sistem ini juga menawarkan salah satu kelebihan yang menonjol, yaitu fitur penyimpanan pertanyaan dan jawaban. Setiap pertanyaan yang dikirimkan oleh pengguna dan respon yang diberikan akan disimpan dalam riwayat secara otomatis. Hal ini memberikan kemudahan bagi pengguna untuk mengakses kembali riwayat tersebut dan merujuk ke pertanyaan serta jawaban sebelumnya.

ChatGPT, kecerdasan buatan yang digunakan dalam mencari beragam informasi dan jawaban secara cepat. Sumber: Pinterest

Fuad Nasvian, salah satu Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengungkapkan bahwa ChatGPT memposisikan sebagai teman bagi penggunanya. Dengan pendekatan tersebut, sistem ini berhasil melampaui batasan-batasan tradisional yang dimiliki oleh mesin konvensional. Dalam era di mana interaksi manusia dan mesin semakin erat, ChatGPT membangun jembatan antara teknologi dan emosi, menciptakan pengalaman yang lebih pribadi, intim, dan memuaskan bagi penggunanya.

Namun, Fuad juga menekankan bahwa bukan berarti mahasiswa mengandalkan tugas sepenuhnya pada chatbot dari kecerdasan Artificial Intelligence ini. “Pakai boleh, tapi untuk mencari gambaran kasar. Bukan sepenuhnya atau sebagai satu-satunya sumber rujukan,” tegasnya. 

Relevansi dengan Konteks Akademik

Tugas telah menjadi ‘momok’ bagi sebagian mahasiswa. Entah jurnal, makalah, paper, esai, bahkan skripsi. Tak heran jika banyak mahasiswa menggunakan teknologi dan kecerdasan buatan untuk membantu menyelesaikan pembelajaran akademiknya. 

Hal itu, ternyata berdampak pada stigma beberapa pihak. Berpikir bahwa referensi tugas dari jurnal beberapa tahun kedepan akan digantikan oleh teknologi AI. Seperti kecerdasan yang dimiliki oleh ChatGPT. Namun, riset terbaru menunjukkan bahwa mahasiswa masih memilih jurnal sebagai referensinya dibanding AI, seperti ChatGPT.

Dibuktikan dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mantraidea.com tahun 2023 kepada 100 mahasiswa. Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 55% mahasiswa masih menggunakan jurnal sebagai sumber referensi. Temuan ini mengindikasi bahwa, meskipun teknologi terus berlanjut, penggunaan jurnal dalam konteks akademik masih tetap relevan dan signifikan. 

Dalam studi tersebut, telah ditemukan beragam alasan mengapa mahasiswa masih mempertahankan jurnal sebagai acuan dalam konteks akademik. Meskipun, beberapa dari mereka telah mencoba untuk menggunakan ChatGPT sebagai alternatif, tapi hal tersebut tidak berlangsung secara intens. Hanya digunakan sesekali dan tidak menjadi pilihan utama dalam mencari referensi.

Alasan pertama yang diungkapkan oleh beberapa mahasiswa adalah kurangnya pemahaman tentang cara menggunakan ChatGPT. Meskipun informasi tentang penggunaannya banyak tersebar, mahasiswa tersebut belum sepenuhnya menguasainya. Rata-rata kendala yang dialami adalah kesulitan dalam mengakses sistem. Kendala lainnya yaitu ketidakpuasan dengan hasil yang diberikan atas pertanyaan dan keyword yang mereka input.

Alasan kedua adalah kurangnya minat. “Bukannya menolak teknologi, tapi emang aku nggak tertarik,” ungkap Edelyn Fitri Candra, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Ia adalah satu dari 55% mahasiswa yang memilih metode tradisional yang dianggap familiar. “Disamping itu, aku lebih percaya sama kemampuanku sendiri,” imbuhnya.

Perkuat Jurnal Lebih Akurat

Keraguan terhadap kredibilitas dan keakuratan jawaban ChatGPT semakin mencuat. Walaupun, ChatGPT adalah chatbot yang dilatih dengan data dari jurnal, e-book, dan artikel di internet. Namun, faktanya masih ada kekhawatiran jawaban mungkin hanya mengutip dari penelitian yang sudah ada. Tanpa melakukan pemahaman yang mendalam atau analisis yang kritis. 

“Kredibilitas akademik yang diberikan oleh jurnal dan sumber lainnya sudah paten,” ucap Fabian Rangga, seorang mahasiswa jurusan Sosiologi Universitas Negeri Malang. Meskipun demikian, ia juga menjelaskan bahwa jurnal sudah melewati proses penelitian yang panjang untuk menjaga keilmiahan dan integritas.

Disisi lain, kebutuhan untuk mengembangkan keterampilan akademik terus menjadi pertimbangan penting. Penggunaan jurnal dan sumber referensi lainnya dipercaya dapat membantu mahasiswa dalam dunia akademik. Seperti halnya, mengembangkan skill membaca, menulis, dan melakukan penelitian yang esensial untuk kedepannya. 

Alasannya, tidak selamanya seorang mahasiswa dapat mengandalkan AI sebagai solusi yang tersedia setiap saat dan dimana saja. “Kalau ada tugas melukis atau bikin sebuah drama apa bisa mengandalkan AI?” Pertanyaan itu diluncurkan oleh Corientia Tita, atau yang biasa disapa Tita. Menurutnya, melukis dan berakting membutuhkan perasaan, dimana hal itu tidak bisa datang dari AI. Mahasiswi Akuntansi dari Politeknik Negeri Malang itu menyampaikan, “Menurutku, AI cuma digunakan pada beberapa bidang saja, seperti ChatGPT buat ngasih ide atau gambaran di bidang akademik. Selain itu, masih harus dipertimbangkan keakuratan dan kredibilitasnya.”

Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai preferensi mahasiswa terhadap sumber referensi yang digunakannya. Meskipun teknologi terus berkembang, jurnal tetap dianggap sebagai sumber informasi yang tetap dapat diandalkan oleh mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan buatan masih memiliki batasan dalam menggantikan kebutuhan mahasiswa akan referensi akademik yang berkualitas.  

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *