Dilema Musisi Angklung Lestarikan Budaya

Penampilan musisi angklung jalanan. MANTRAIDEA/Rendy Andhika Putra

Mantraidea.com – Angklung, merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Cara mainnya digoyangkan atau digetarkan. Dari getaran yang dihasilkan, membawanya dikenal luas hingga ke luar negeri. Namun, nasibnya hampir mirip dengan alat musik tradisional lainnya. Kian hari, kian sulit pula menemukan Musisi angklung. Cukup disayangkan.

Realita Musisi Angklung

Edi, salah satu musisi angklung yang bermukim di daerah Blimbing, Kota Malang. Bernama asli Edi Siswanto. Pria kelahiran Cimahi, Jawa Barat itu sengaja merantau ke Malang untuk mengais nafkah demi keluarganya. Hobi bermain alat musik tradisional telah mengantarkannya menjadi musisi angklung. Tapi siapa sangka? Keadaan menuntut hobinya menjadi pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Edi bersama rekannya, berinisiatif untuk menjadi musisi jalanan dengan alat musik seadanya. Gendang yang terbuat dari pipa dan gitar akustik, dengan membawakan lagu Jawa Orkestra. Atau orang-orang biasa menyebutnya dengan ‘Orkes Jawa’. 

“Awalnya diajak teman untuk menjadi musisi jalanan. Dapat panggilan buat sebuah penampilan,” Edi menjelaskan awal mula ia terjun ke dunia musisi jalanan. Dari sana, orang-orang mulai mengenal namanya. Tawaran untuk main di rumah-rumah pun ia dapatkan.

“Kalau di jalan sih biasanya kita di pertigaan lampu merah Blimbing,” jelasnya. Edi menambahkan bahwa daerah itu bukan satu-satunya tempat mereka bermain sebagai musisi jalanan. Terkadang, daerah perempatan Rampal juga menjadi rumah mereka memainkan alat-alat musik tradisional itu.

Edi mengaku bahwa lebih senang mendapatkan panggilan daripada harus bermain angklung di pinggir jalan. Realistis saja. Ketika ‘panggilan’, besar uang yang mereka dapat lebih pasti jumlahnya. 

Tidak ada patokan harga khusus. Rata-rata sekali tampil mereka mendapat Rp. 200.000 sampai Rp. 300.000. Berbeda jika main di pinggir jalan yang hanya mengharap pemberian dari pengendara. Jumlahnya belum tentu, tidak bisa memastikan akan mendapat kuantitas yang sama tiap bermain.

Edi bersama kawan-kawannya ketika mendapat panggilan untuk melakukan pertunjukkan musik tradisional. Sumber: Dokumentasi Edi

Apresiasi Musik Tradisional

Keberadaan dari musisi angklung ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. Terutama masyarakat yang masih kental dengan adat istiadatnya. Ketika mereka ingin mengadakan sebuah hajatan, maka musisi ini bisa menjadi salah satu pilihan untuk menjadi pengisi acara. 

Salah satunya adalah Siti. Warga kelurahan Blimbing yang menggunakan jasa musisi ini untuk memeriahkan acara khitanan putra bungsunya. “Awalnya nggak kepikiran untuk menghadirkan musisi ini. Tapi tetangga kasih tahu, bahwa ada yang bisa panggilan kerumah. Kebetulan anak saya juga suka dengan musik angklung,” tutur Siti menjelaskan alasannya menghadirkan Edi dan kawan-kawan sebagai pengisi acara yang ia adakan. 

Ketika bertanya mengenai tarif, Siti hanya menjawab agar memberikan sepantasnya saja. “Mas Edi tadi sudah kasih tau ke saya kalau tidak ada patokan harga. Sekalian saya berikan makanan untuk berbuka dan santap sahur karena beliau bilang sedang berpuasa,” imbuhnya. Dari apa yang ia ucapkan, terlihat bahwa Siti adalah seseorang yang bisa memahami bagaimana cara mengapresiasi musisi jalanan.

Diantara penonton yang hadir berdatangan untuk menyaksikan, senyum bahagia terbit disana. Yayuk, salah satu orang yang menikmati pertunjukan itu mengutarakan apa yang ia rasakan. Menurut pengakuannya, ia merasa terhibur.

“Ada suara angklung dan gendang yang menarik perhatian banyak orang,” ucapnya. Menurut Yayuk, hal tersebut dapat mengalihkan perhatian anak-anak agar tidak selalu bermain ponsel. Mereka dapat mengenal alat musik warisan budaya itu. 

Harapan Musisi Jalanan untuk Pemerintah

Kedepannya, Edi mengharapkan dukungan secara moral dari pemerintah. Tidak hanya untuk dirinya, tetapi untuk semua musisi jalanan. Karena berdasarkan realita yang ada, meskipun bermain alat musik adalah hobinya. Namun, kebutuhan hidup telah menanti.

“Yang terpenting, pemerintah bisa membuka mata untuk memberikan tempat manggung bagi kami musisi jalanan,” ucapnya. Ia ingin musisi jalanan bisa mendapatkan wadah untuk mempersembahkan karyanya sama seperti seniman lainnya. Seperti para pelukis dan pameran mereka.

“Agar kami nggak capek juga keliling dan manggung di pinggir jalan,” keluhnya. Menurut pemikirannya, dengan pemerintah menyediakan wadah dan dapat terkelola dengan baik, mereka akan mendapatkan pemasukan yang lebih menjanjikan. “Mungkin bisa diolah dari tiket, show, sampai selesai,” imbuhnya.

Sudah sepantasnya bahwa musisi seperti ini mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Agar karya-karyanya dapat dengan mudah dinikmati masyarakat. Demi menjaga dan melestarikan kebudayaan Indonesia. Selain itu, fasilitas tentunya dapat menjadi sumber penghasilan mereka para musisi jalanan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *