Tren Fesyen, Berkedok Impresi demi Sembunyikan Gengsi ​

intan
Intan Nurfadilah. MANTRAIDEA/Regina Hesti

Mantraidea.com – Jika membicarakan suatu mode atau fesyen, maka tidak akan ada habisnya. Sesuatu yang kerap kali dianggap hanya sebatas busana dengan aksesoris sebagai pernak-perniknya. Untuk terlihat baik dimata orang lain. Nyatanya, ada hal yang lebih penting dari itu. Busana dapat menjadi sarana mengekspresikan diri.

Tren dan Revolusinya 

Mode atau gaya dalam berpakaian, mungkin akan lebih familiar dengan sebutan ‘fesyen’. Dengan itu, fesyen dapat dijadikan sebagai bentuk ekspresi diri. sebuah karakter tergambar disana. Tak lupa dengan fungsi murninya, penunjang penampilan.

Melihat ke belakang, jika ditarik dari cara berpakaian manusia dari zaman ke zaman maka dapat ditemukan perbedaannya. Setiap era memiliki keunikannya masing-masing. Dahulu, pakaian sederhana menjadi pilihan. Bahan dasar kulit kayu dan binatang yang mereka gunakan. 

Kembali ke masa sekarang, fesyen tidak lagi memiliki fungsi sesederhana itu. Semakin rumit, fesyen kini juga digunakan untuk ajang pamer bagi sebagian orang. ‘flexing’ sebutan yang mereka berikan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa fesyen dapat menarik perhatian banyak orang. Dewasa ini, fesyen mendorong orang-orang untuk mengenal dan membuat tren. 

Sebuah tendensi yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Perkembangannya memang terbilang cepat. Bukan tanpa sebab, inovasi yang terus berkembang menjadi faktornya. Terlebih, hal tersebut memunculkan tren-tren baru. Parahnya lagi, tren tersebut tidak akan pernah mati. Seperti ada periode tertentu yang membuat tren terus berganti dengan tren baru.

Ini bukan hal baik untuk semua orang, setiap orang memiliki pandangannya.selalu mengikuti tren menjadi pilihan golongan tertentu. Bergaya hidup konsumtif seiring alur tren yang terjadi dan memenuhi gengsi yang mereka bangun sendiri. Namun, tak jarang orang yang memiliki gayanya sendiri. Menjadi individu yang tidak menjadikan tren sebagai acuan untuk memadukan pakaiannya.

Terkadang, sebuah tren tercipta dari individu-individu tertentu yang memiliki pengaruh. Biasanya mereka tertarik untuk memadu dan memadankan pakaian yang mereka miliki. Tentunya sesuai dengan selera atau standar yang dimilikinya juga sehingga memiliki ciri yang unik dan berani. Mulai dari baju, dress, celana, rok, outer, dan aksesorisnya.

Keinginan dan Gaya Hidup

Bukan hal baru lagi jika media sosial memiliki peran dalam tren fesyen yang berlaku saat ini. Jangkauannya luas, merambat ke berbagai wilayah. Disamping itu, kemudahan akses juga menjadi alasan. Asalkan jaringan internet terhubung maka tren dengan mudah dikampanyekan. Maka dari itu, penyebaran dengan mudah dapat menjadi inspirasi. Apalagi, pengguna aktif media sosial.

Terutama Instagram, menurut data Napoleon Cat, aplikasi ini yang paling banyak digunakan. Jumlahnya mendominasi terhitung sejak akhir 2022, yaitu 97,17 juta di Indonesia. Menunjukkan bahwa Instagram memiliki peran penting dalam perkembangan digital masyarakat. Tentunya hal ini terjadi bukan tanpa alasan. 

Instagram berkembang lebih luas lagi. Menjadi platform yang dibutuhkan oleh penggunanya. Membangun branding, meningkatkan bisnis secara daring (dalam jaringan), berkarya, dan masih banyak lagi. Selain itu, kini Instagram juga digunakan sebagai sumber inspirasi dari berbagai aspek. 

Salah satunya dalam bidang fashion. Terlebih, dengan kehadiran influencer atau tokoh publik di media sosial. Mereka biasa menyebutnya dengan ‘selebgram’ atau selebriti Instagram, orang yang memiliki pengaruh.

Namun, ada sisi lain dibalik itu. Perasaan gengsi perlahan tumbuh dengan sendirinya. Tak jarang mereka menginginkan penampilan seperti influencer tersebut. Seperti arti dari sebutannya, maka tugas mereka adalah membeli pengaruh kepada pengikutnya.

Terkadang, meskipun dibandrol dengan harga selangit, mereka tetap membelinya. Hal ini sebenarnya bisa dibilang ‘wajar’ jika terjadi di kalangan orang-orang yang terobsesi dengan tren fesyen. Bagi mereka, harga bukan lagi pertimbangan, bukan lagi menjadi masalah. Keinginan akan mereka utamakan, terlebih barang tersebut sesuai dengan style yang digunakan selebgram kesukaannya.

Parahnya jika ego sudah ikut andil. Gengsi tinggi akan menguasai. keinginan untuk selalu terlihat keren dihadapan orang dengan mengikuti tren yang ada sering kali terjadi. Menjadi orang dengan gaya hidup konsumtif. Pakaian atau aksesoris yang dirasa lucu, keren, dan mengikuti tren kerap kali menjadi pertimbangannya, bukan upaya memenuhi kebutuhan.

Karakter yang Dibangun

Sebenarnya, untuk terlihat keren dan menarik tidak harus gengsi yang berperan. Ada cara lain yang mungkin dapat menjadi alternatif. Memang, menjadikan seorang public figure sebagai role model adalah hal yang ‘lumrah’. Seperti salah seorang mahasiswi yang selalu tampil menarik dalam kesehariannya.

“Sebisa mungkin aku harus all out soal penampilan. Paling enggak first impression mereka baik ke aku,” ujar Intan Nurfadilah. Wanita 21 tahun itu menyebutkan role model-nya saat memadu dan memadankan pakaiannya. Rachel Venya menjadi pilihannya, salah satu selebriti Instagram yang namanya beberapa kali bertengger di pencarian teratas.

Intan Membangun branding dirinya melalui busana yang ia kenakan. Sumber: Ig @tanfadil_

Memadukan pakaian tentu bukan perkara mudah, ini juga yang dirasakan oleh Intan. Seperti yang sudah ia katakan, kesan pertama sangat penting baginya. 20 detik pertama adalah waktu yang menentukan 55% penilaian orang terhadap dirinya. Wajar jika Intan menganggap itu adalah sesuatu yang sangat penting.

“Sempet ada momen tiba-tiba aku insecure sih,” ucapnya. Intan mengaku pada saat itu ada orang lain yang penampilannya lebih menarik dari dirinya. Tetapi dari sana ia belajar untuk menerima kenyataan akan keunikan dari cara berpakaian seseorang. 

Nyatanya mengikuti sebuah tren tidak bisa dianggap mudah. Tren tidak akan habis, mengikutinya sama saja membuat dirinya lelah. Kepercayaan dirinya justru luntur ketika melihat orang yang lebih trendy darinya. Berlomba untuk sebuah penampilan demi gengsi ternyata tidak semudah kelihatannya. Turunkan sedikit ego dan sesuaikan dengan diri menjadi solusinya.

Berbicara mengenai itu, maka pembahasannya akan beralih ke ekspresi diri. Disamping itu, kenyamanan menjadi hal terpenting. Jika tidak nyaman, untuk apa digunakan? Hal itu akan berdampak pada kondisi seseorang dalam berinteraksi dan beraktivitas.

“Nggak harus bagus, sih. Yang penting bisa bangkitin percaya diri dan bikin nyaman,” ujar Ayunda Pinkan Fahira mengutarakan pendapatnya. Salah satu mahasiswi Ilmu Komunikasi itu menjelaskan standar fesyen yang ia buat. Sesuatu yang membuat dirinya nyaman tentunya.

Bagi Ayunda Pinkan, fesyen yang sederhana tak menjadi halangan dalam merepresentasikan citra diri.

Bagi Ayunda Pinkan, fesyen yang sederhana tak menjadi halangan dalam merepresentasikan citra diri. MANTRAIDEA/Regina Hesti

Berangkat dari kenyamanan, maka Pinkan memperoleh kepercayaan dirinya. Bukan hanya itu saja, karakter dirinya juga diperolehnya dari sana. “Nggak perlu mahal juga, balik lagi ke nyaman dan enak dilihat,” tutupnya.

Bagaimana Pandangan Psikolog?

Kepala UPT Bimbingan Konseling UMM, Hudaniah menjelaskan, bahwa fashion adalah salah satu simbol dalam interaksi sosial, yaitu first impression seseorang kepada orang lain. Tidak perlu menggunakan barang branded untuk menampilkan citra diri. 

 

Hudaniah, Kepala UPT Bimbingan Konseling UMM. Sumber: Ig. @hudaniahhudaniah

Secara psikologis, insecure dan gengsi tidak akan muncul jika fashion yang digunakan merupakan representasi kepribadian. “Berpenampilan all out tentunya tidak masalah, asalkan sesuai dengan dirinya dan kemampuannya,” ucap Hudaniah.

Banyak orang mengikuti tren fesyen hanya karena gengsi semata dan tidak memperhatikan batas kemampuannya. Dari situlah, sifat konsumtif seseorang muncul. 

Keinginan untuk memiliki dan mengikuti tren menjadi permasalahan yang jarang disadari oleh sebagian orang. Efek yang terjadi adalah memaksakan bahwa dia ada untuk fashion. Bahkan, rela melakukan pinjaman kepada teman, saudara, bahkan online sekalipun. Hal itu, ditujukan karena ia gengsi, takut tertinggal oleh tren. “Ngikut-ngikut orang lain karena takut merasa tertinggal, FOMO (Fearing Of Missing Out), dan lain-lain,” jelas Hudaniah.

Menjadi diri sendiri dan berhenti mencari pengakuan dari orang lain, lebih tepat dilakukan. Tren fashion tidak akan berhenti begitu saja, terlebih dengan segala kemajuan teknologi. Kenyamanan dalam berpakaian menjadi dasar yang utama untuk menciptakan style fashion untuk diri sendiri. 

Gengsi bukanlah jawaban dari ketidakpuasan dalam memilih gaya berpakaian. Tapi, membangun kepercayaan diri dengan menampilkannya melalui cara berpakaian adalah hal yang perlu ditanamkan lebih lanjut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *