“Dog..dog” Lestarikan Batik Gedog Khas Bumi Wali

Motif batik klasik yang diproduksi Galeri Melati Mekar Mandiri. MANTRAIDEA/Dafa Wahyu Pratama

Mantraidea.com- Karya seni bangsa yang kini menjadi kekayaan budaya Indonesia tak lain dan tak bukan adalah batik. Keindahannya selalu memiliki makna di setiap motifnya. Tapi, ada yang unik dari batik khas Kabupaten Tuban. Batik gedog, dengan proses pembuatan yang cenderung panjang dan menggunakan kapas sebagai bahan utama. 

Dari Bunyi jadi Seni

Tidak hanya memiliki keindahan alam saja. Nyatanya, Tuban juga punya produk yang menjadi ciri khasnya. Batik Tuban atau batik gedog. Proses pembuatan yang unik, pemilihan bahan dasar yang berbeda dari biasanya, dan tekstur sedikit kasar. Tak hanya itu, motif dan warna yang ditampilkan pun cenderung lebih berani. Konon katanya, hal itu terjadi karena kondisi geografis Tuban yang berada di pesisir pantai. 

Nama batik gedog diambil dari proses pembuatannya. Berbahan dasar utama kapas dan dipintal menjadi benang. Lalu, dianyam menjadi kain menggunakan alat tenun manual. ‘Dog..dog..dog’ yang mengiringi proses pembuatan batik ini. Bunyi itulah yang menjadi sumber inspirasi nama batik gedog khas Tuban. Kemudian, kain tenun ini di batik dengan dua cara, tulis dan cap.

Dalam pewarnaannya, batik gedog menggunakan pewarna alami dari pohon mengkudu dan akar pohon mangga. Spesial penggunaan tanaman lokal Tuban, Nilo, sering digunakan karena menghasilkan warna biru (indigo). Oleh karenanya, batik bedog cukup unik dan jarang bisa disamakan oleh batik pada umumnya. 

Motif geometris biasanya digunakan pada batik gedog. Alasannya, cocok dan sesuai dengan tekstur kain yang sedikit kasar karena hasil tenun. Tapi tak hanya itu saja, ada juga motif hewan, tanaman, dan klasik.

Inovasikan yang Ada

Kerennya, meskipun zaman semakin modern, batik gedog tetap diproduksi sampai sekarang. Seperti di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban yang memiliki galeri batik dan tenun gedog. Melati Mekar Mandiri namanya, milik Nanik Hariningsih. Berawal dari usaha orang tuanya sejak 1998, hingga kini tetap eksis untuk mempertahankan karya lokal satu ini. 

Mirisnya, gedog sempat ‘mati suri’ karena minimnya regenerasi pembatik dan kurangnya inovasi. “Dulu masih di pegang orang tua, motifnya masih monoton dengan warna putih dan coklat, seperti warna asli kapas,” jelasnya. 

Mengetahui hal itu, tak tinggal diam, Nanik langsung melakukan berbagai upaya untuk menghidupkan gedog kembali. Meremajakan motif, dengan melakukan inovasi melalui warna dan tren. Sampai pada akhirnya kembali populer dan diminati pasar

Galeri Melati Mekar Mandiri tetap melestarikan motif klasik atau asli batik gedog. Beberapa diantaranya adalah motif batik sidomukti, unyeng-unyeng, kembang kates, dan laseman. Namun, sebagai upayanya, motif pengembangan juga dihadirkan guna menghidupkan kembali eksistensi batik gedog. 

Sebagai ciri khasnya, kain yang digunakan diproduksi langsung di galeri ini. Saat ditemui, pengrajin pun bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing. Dengan telaten, mereka membuat batik gedog. 

Produksi tenun dilakukan langsung oleh pengrajin Galeri Melati Mekar Mandiri. MANTRAIDEA/Dafa Wahyu Pratama

Dalam produksinya, Nanik memilih untuk menjalankan usahanya dengan menyerap tenaga kerja dari tetangga sekitar. Lebih tepatnya, memanfaatkan peluang kepada mereka yang memiliki kemampuan untuk membatik. Tidak hanya ibu-ibu, banyak juga anak muda yang turut bergabung di Galeri Melati Mekar Mandiri.

Alih-alih takut terhambat, justru Nanik telah memberikan ruang dan tempat bagi sekitarnya untuk lebih produktif. Tentu, hal itu memberikan dampak positif bagi dirinya dan lingkungannya. Secara perlahan, Nanik memberikan peluang kerja sehingga menambah perekonomian mereka. 

Dalam proses produksi batik gedog membutuhkan waktu sekitar dua minggu. Dimana Galeri milik Nanik memproduksi dari tahapan pertama, yaitu pembuatan kain tenun. Dilanjutkan dengan proses melukis kain batiknya. Oleh karena itu, pengrajin pun diberikan tugas sesuai kemampuannya, meskipun waktu yang dibutuhkan terkesan sama.

Dengan telaten, beberapa pengrajin batik gedog tengah khusyuk melukis kain putih dengan cairan lilin. MANTRAIDEA/Dafa Wahyu Pratama

“Saya sudah sebelas tahun jadi penenun, kalau untuk satu kain tenun menghabiskan waktu selama seminggu,” ungkap Jasminah, salah satu pengrajin kain tenun. Disisi lain, pengrajin batik pun mengaku juga membutuhkan waktu selama satu minggu untuk memberikan motif pada kain tenun tersebut. 

Distribusi Lokal

Batik gedog dengan beragam inovasi yang dilahirkan melalui galeri milik Nanik, mengalami pertumbuhan yang pesat. Jangkauannya telah luas dan kian diminati banyak orang. Salah satunya, istri Wakil Gubernur Jawa Timur, Ibu Arumi Bachsin. Terlebih, ketika ia mulai memutuskan untuk selalu mengikuti event pameran di beberapa daerah. ”Berkat pameran, batik dan tenun dari galeri ini bisa diminati orang-orang diluar Kabupaten Tuban juga,” tuturnya sambil tersenyum bangga. 

Menariknya, penjualan produk batik dan tenun Melati Mekar Mandiri dibagi menjadi beberapa kategori. Skala partai, perorangan, dan pasar diluar Tuban. Selain itu, Nanik juga membuka program reseller. Tapi, dengan syarat reseller tersebut memahami batik dan tenun. Dibanderol dengan harga Rp. 100 ribu hingga 2,5 jutaan rupiah. Pembeli telah ikut serta melestarikan batik khas Tuban ini. 

Industri kreatif saat ini menjadi pilar penting untuk menunjang perekonomian negara. Selain itu, keberadaan karya dan budaya juga harus tetap dijaga. Mengembangkan inovasi dan kreasi menjadi bagian dalam upaya melestarikan kekayaan yang ada. Terutama, pada batik yang kini kian meredup. 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *