‘King Joas Percussion’ Tidak Dirancang untuk Mundur

king joas percussion
Anggota King Joas setelah dua tahun vakum, kembali mencuat keberadaannya dengan mengikutisalah satu gelaran event di Malang. Sumber: Dokumentasi Safira

Mantraidea.com- Kreatif dan inovatif menjadi pendorong ‘arek-arek’ Malang dalam menyalurkan bakatnya. Tak heran, jika kesamaan hobi dapat menghadirkan beragam komunitas. Satu diantaranya yang eksis di Malang, yaitu Komunitas King Joas Percussion. Komunitas asli Sawojajar, Kec. Kedungkandang, Kota Malang ini mampu menyedot puluhan anak muda dalam menggerakkan komunitasnya. 

Alunan musik perkusi dengan gampangnya diterima oleh telinga siapapun berkat kemampuan dan hobi dari pelakon musik. Terlebih, dalam menyemarakkan budaya membangunkan orang saat Bulan Ramadhan. ‘Arek-arek’ Malang menyebutnya patrol. Hebatnya, eksistensi musik patrol sebagai salah satu kesenian masih terus berkembang hingga saat ini.

Seni Patrol dengan Alunan Perkusi

Keberadaan kesenian patrol saat ini seakan-akan tak lepas dari ajang perlombaan mulai dari skala kecil hingga besar. Seperti halnya, King Joas Percussion yang dengan sengaja terbentuk dari adanya lomba patrol antar kampung di Sawojajar, Kec. Kedungkandang, Kota Malang. 

Sebenarnya, King Joas telah berdiri sejak lama. Namun, baru diresmikan pada 22 Juni 2014 lalu. Kelompok musik ini dibina oleh Eko Cahyono, yang akrab disapa ‘Bapak’ oleh para anggotanya. Ia menjelaskan bahwa dari lomba tersebut, puluhan anak dengan berbagai latar belakang skill mulai bergabung.

king joas
Eko Cahyono, bangga dengan King Joas yang memiliki kesadaran tinggi terhadap seni patrol. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Awal kali terbentuk hanya berisikan anak muda RT.05 RW.01, Jl. Ranugrati, Sawojajar, Kota Malang saja. Namun, seiring perjalanannya juga turut melibatkan muda-mudi dari beberapa desa/kelurahan di Kota Malang. 

Legenda Pan Raja Joas diambilnya sebagai pedoman agar kelompok ini bisa berkembang secara mandiri. “Tidak ada kolaborasi dengan grup lainnya, karena kita tidak mau terkontaminasi sekitar,” jelasnya. Bukan berarti bisa dikatakan idealis, hanya saja kelompok perkusi ini ingin menunjukkan eksistensi dan karya mandiri yang mereka buat. 

Eko menuturkan, musik perkusi adalah musik yang kompleks dan abstrak. Semua jenis musik dan ragam suara dapat bergabung. Bersorak sambil membunyikan alat musik yang dipegangnya. “Awalnya, aku kira patrol hanya sebatas membawa dan memukul sebuah benda terutama kentongan saja. Namun, ternyata patrol beragam warnanya,” ungkapnya. 

Lazimnya, permainan musik perkusi dalam patrol dimainkan dengan menggunakan kentongan. Akibat inovasi yang kian beranak cucu, patrol pun berkembang menjadi kegiatan seni yang atraktif. Gong, kenong, maupun angklung dikolaborasikan menjadi satu alunan lagu yang sedap didengar.

Keberadaan Perkusi Malang

Mengingat bahwa patrol sekarang telah menjadi sebuah kesenian, maka dukungan dari berbagai pihak pun selayaknya turut melestarikannya. Bukan hanya menjadikannya sebagai momentum bulan puasa, tapi mendorong agar bisa diikutsertakan dalam semarak berbagai event.

Kota Malang memang mengakui keberadaan patrol dengan musik perkusi. Jika dilihat dari kilas balik Malang sebelum pandemi kisaran tahun 2018, event perkusi selalu diadakan setiap hari Sabtu. Setidaknya sebanyak 32 kelompok perkusi se-Malang Raya digilir untuk memeriahkan pusat kota. 

Namun, setelah Covid-19 menyerang eksistensinya belum beranjak pulih total. “Perkusi Malang ‘gurung tangi’ (belum bangun), padahal seni ini melibatkan anak muda,” ujar bapak dari anggota King Joas. Tak ayal jika perkusi menjadi tontonan yang dirindukan banyak orang.

Bangun dari Covid Sabet Juara

Alih-alih ikut tertidur karena sempat vakum sewaktu pandemi, King Joas justru kembali melebarkan sayapnya di 2023 dengan mengikuti beberapa event patrol. Mengambil ancang-ancang dengan sedemikian rupa agar membawa pulang piala kemenangan. Kalah dan menang dalam suatu perlombaan sudah menjadi santapannya.

festival musik patrol
King Joas turut menyemarakkan festival musik patrol yang digelar Kota Malang pada Bulan Ramadhan 2023. Sumber: Dokumentasi Safira

Arman, salah satu anggota King Joas mengaku pernah lembur dalam mempersiapkan kelompok perkusi ini untuk tampil lomba di Lippo Plaza Kota Batu. “Dari habis isya’ sampai sahur latihan, padahal sorenya kita tampil. Terkesan mendadak memang, tapi itu salah satu cara untuk mematangkan konsep,” jelasnya sambil tersenyum. 

Dari mencari inspirasi aransemen, pemilihan konsep lagu, mengotak-atik struktur musik, murni dilakukan oleh anggota King Joas. Mungkin bagi orang yang telah menyaksikan pertunjukannya, persiapan yang dilakukan terlihat ‘sepele’, hanya menyatukan beberapa alat musik saja. Padahal dibalik layar, apa yang nantinya mereka tampilkan benar-benar dikonsep secara matang. 

Menilik dari prestasi yang dipunya dari King Joas, ternyata bukan hanya ada di lingkup kabupaten atau kota saja. Kelompok perkusi ini juga telah memenangkan lomba patrol tingkat provinsi. Juara satu, dua, tiga disabetnya dengan cukup mudah. “Bukan bermaksud jumawa, tapi itu benar adanya,” guyon Eko.

piala king joas
Piala dan sertifikat kemenangan yang diperoleh dari aktif mengikuti beragam event patrol baik di Malang maupun luar Malang. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Sadar Keberadaan Seni

Ada beberapa hal yang diherankan oleh Eko. Kesadaran diri akan seni dan kekerabatan dari tiap anggota yang menjadikannya tidak terlindas oleh pandemi. “Asumsiku pasca kemarin ‘wah bubar ini sudah’. Tapi, saat chat di grup Whatsapp menanyakan kelanjutannya,  mereka malah antusias buat jalan lagi,” ucapnya dengan bangga. Terlebih, dengan tidak adanya mental kapital di antara anak didiknya.

Antusias King Joas dengan semangatnya melestarikan seni patrol yang kini perlahan redup. Sumber: Dokumentasi Safira

Dibenak tiap anggota, King Joas adalah almamater, jati diri bahkan harga diri. Hal tersebut dikatakan oleh Safira, yang juga merupakan anggota King Joas Percussion. Ia mengaku bergabung dalam grup itu bukan dari desakan sekitar, melainkan ketertarikan dari seni yang digarap dengan indah. “Patrol tidak sesimpel yang dibayangkan, sekedar ‘tutuk-tutuk’ (memukul) saja. Patrol adalah hobi mahal,” tambahnya.

Panji dari King Joas ini bisa dikatakan tinggi, karena mengusung kesenian dengan khas daerah Malang. “Kita sayang wilayah dan seni ini. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita mengharumkan tanpa adanya tendensi apapun,” jelas Eko. Meskipun, antara capek dan penghasilan yang diberikan tidak seimbang. Gemuruh tepuk tangan dan antusias penonton menjadi bayaran yang tidak ternilai harganya. 

King joas akan tetap menjadi kelompok perkusi dengan ciri khas sorakan ‘telu seket’ (350)-nya dan selalu menjadi milik siapapun. Tak ada yang lebih berharga dari mengembangkan sebuah seni. Eksistensinya akan tetap ada selama anak muda dilibatkan dalam penggarapannya. Tujuannya agar regenerasi pelaku seni berkelanjutan, terutama perkusi dalam patrol.

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *