Batik Lukis 3D: Padukan Seni, Lintasi Batas Tradisi

corak batik tiga dimensi
Corak batik lukis tiga dimensi yang tampak sekilas layaknya lukisan pada kanvas. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Mantraidea.com Batik lukis di Indonesia kian marak diproduksi. Menambah katalog gambar batik yang sering digembar-gemborkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pengaplikasian canting pada lembaran kain putih pun tetap digunakan. Sedangkan proses mewarnai, serupa dengan proses melukis pada umumnya.

Melipir sejenak ke kota kecil yang terkenal dengan pariwisatanya, ParaMantra akan menjumpai wastra kreatif ini. Tepatnya di Batik Alzahra, Jl. Indragiri gang 21, Sumberejo, Kota Batu, Jawa Timur. Tempat ini menyediakan dimensi baru dalam koleksi warisan Indonesia. Lantas, apa yang membuatnya istimewa?

Distraksi Atensi

Berkat kreasi tangan dari Fatkhul Muin, wastra ini pun tercipta dengan eloknya. Alih-alih hanya meneruskan apa yang sudah menjadi warisan Tanah Air, ia justru memberikan gebrakan baru. Menyandingkan seni lukis dengan seni tradisional kebanggaan Indonesia dalam karya bernuansa tiga dimensi.

Berawal dari hobi melukis pada sebingkai kanvas, kini mampu menggiringnya ke kreasi kreatif pada selembar kain berukuran 220 cm x 105 cm. Bukan suatu hal yang rumit baginya, tangannya luwes kesana kemari membuat gambaran pada kain putih. “Biasa pegang kuas, sekarang ditambah canting. Rasanya seperti langkah yang masih wajar, hehe,” ucap Mumuh, sapaannya.

Nekat tapi ragu, satu hal lumrah bagi seorang yang mengarungi zona baru. Menariknya, berpegang teguh pada konsistensi yang kini mampu mengantarkannya menjadi owner Batik Alzahra dan penggiat batik lukis tiga dimensi di Kota Batu. 

Wastra Kreatif Tercipta

Meskipun istilah tiga dimensi sering digunakan, sayangnya tidak semua orang memahami konsep tersebut sepenuhnya. Padahal, terminologi tiga dimensi terurai jelas bahwa gambar yang dihasilkan harus realistis. Dekat dengan keadaan sebenarnya.

Usaha menciptakan ilusi pun seakan menjadi panggung kreativitasnya. Dengan telaten, ia menyempurnakan setiap detail, mulai dari bentuk badan hingga percikan air, mengotak-atik rupa berulang kali demi mendapatkan hasil yang memukau. Gradasi dan shading pada pewarnaannya pun dilakukan dengan teliti, menjadi fokus utama dalam setiap tahap produksi.

Sebenarnya, dalam proses pembuatannya tak jauh berbeda dengan wastra konvensional lain. Hanya saja, kain ini digambar layaknya melukis pada kanvas. “Kuncinya, konsisten dalam mengatur kekentalan cat agar tembus dan tidak meluber,” tegasnya. 

Melukis di atas kain
Melukis di atas kain jadi salah satu proses produksi sebagai penentu hasil akhir. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Meskipun mahir melukis, tapi tetap saja kesalahan saat memproses tak terhindarkan. Cat meluber ke objek yang lain menjadi salah satunya. Tapi, kreativitasnya tidak berhenti disitu, ia pun mengakalinya dengan menimpa bagian yang salah dengan warna cat lain. “Malah bagus, muncul warna baru,” sumringahnya. 

Keunikan lainnya adalah penggunaan mesin cat semprot yang mempercepat produksi. Meski efisien, teknik penyemprotan harus cermat untuk menghindari blok warna. Selain itu, alat ini juga membantu dalam membuat gradasi yang apik pada objek. Terlebih, sentuhan gelap-terang yang nyaris sempurna. 

Variasi Corak Batik oleh Mumuh

Beranjak dari hal tersebut, animo masyarakat mengenai motif batik yang cenderung nyeleneh malah menjadi gagasan baru. Sebagai bukti, Mumuh menuangkan kegemarannya memelihara ikan koi dalam kain bergambar. Alhasil, melahirkan inovasi baru, yaitu batik koi tiga dimensi. 

“Sebenarnya, banyak yang menggunakan koi sebagai objek karya. Tapi, sedikit yang menjadikannya sebagai kreasi tiga dimensi apalagi pada kain batik,” jelasnya. Ia pun melihat peluang ini sebagai panggilan untuk terus mengembangkan karyanya. Mengasah kreativitas tanpa batas yang tidak luput dari keunikan buah pikirnya.

Selain koi, ia pun menggali kearifan lokal dengan menghadirkan motif lainnya. Mencari inspirasi dari apa yang ada di sekitarnya, mulai dedaunan, buah, fauna, dan masih banyak lagi. Kian menambah daftar kain bergambar dengan sentuhan kontemporer yang segar.

Menarik Untuk Dibaca: “Dog..dog” Lestarikan Batik Gedog Khas Bumi Wali

proses pembuatan sketsa
Proses pembuatan sketsa sebelum dijadikan kreasi kain bergambar tiga dimensi. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Salah satu karya fiksinya adalah batik koi naga. Saat ditanya mengenai filosofi, ia menjawabnya dengan enteng. Koi sebagai simbol hoki dan naga yang melambangkan kekaisaran. “Jika digabung, artinya raja yang beruntung,” guyonnya menyela.

Ada juga ide unik yang datang dari kliennya. Ia sempat menerima pesanan bergambar princess. Bahkan, gambar singa yang melambangkan klub bola dari Kota Malang, yaitu AREMA FC. Membuat Mumuh keluar dari zona nyaman dan menunjukkan fleksibilitasnya dalam menciptakan beragam motif.

Sementara itu, ia tidak pernah membebani pelanggannya, tak ada modal yang harus dibayar di awal. “Modal sabar aja deh,” tuturnya sambil tersenyum. Alasannya, tahap terumit adalah memikirkan detail penunjang lainnya. Serta, memilih dan mencocokkan warna yang bagus agar ornamen lebih mencolok dan hidup.

Dalam proses kreatifnya, kadang ia hanya mampu menyelesaikan satu lembar kain dalam sebulan. Namun, berbeda jika menerima pesanan seragam dengan corak serupa. Maka, sepuluh lembar kain pun akan rampung dalam waktu genap sebulan. 

Olah Limbah, Percantik Lingkungan

Tak hanya mencari untung dari segi finansial. Fatkhul Muin juga memberikan solusi efektif untuk mengelola limbah hasil proses pengolahan batik. Dari residu tersebut, ia berhasil menciptakan pot bunga yang apik. Mewujudkan harmoni antara kreativitas dan keberlanjutan lingkungan. Ini adalah inovasi yang jarang sekali pengrajin pikirkan.

Olah Limbah
Limbah malam yang cenderung mencemari lingkungan, kini diinovasikan menjadi barang baru. MANTRAIDEA/Lailia Nor Agustina

Sebelum finishing, kain yang telah tergambar harus direbus terlebih dahulu. Proses ini disebut plorotan, tujuannya agar malam atau lilin yang menempel pada kain terpisah. Sisa air rebusan akan mengendap, tanpa terkecuali malam. Kemudian, malam akan direbus kembali agar cair dan bisa dicetak. 

Hasilnya, pot bunga tercipta tanpa melupakan estetikanya. Entah dari bentuk, warna, maupun garis alami dari cetakan. Keunikan lainnya adalah daya tahannya yang kuat. Hanya saja tidak boleh terkena panas, kecuali panas dari matahari. Selain itu, hasil limbah ini juga tahan terhadap air. 

Potensi produknya tak terbatas pada pot bunga saja loh ParaMantra! Pun bisa dijadikan sebagai celengan dan berbagai bentuk kreatif lainnya. Ide ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak perlu mencemari lingkungan, karena bisa diadaptasi menjadi barang yang bermanfaat. 

ParaMantra udah pada tau nih, wastra kreatif tiga dimensi yang sesuai terminologi. Sekarang, spill dong motif batik apalagi yang ada di daerahmu!

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *